BAB I
IDENTITAS BUKU
A.
Identitas Buku Pertama
Judul :
Pragmatik
Pengarang :
Dr.M.Oky F Gafari,S.Sos.M. Hum
Penerbit :Padang
Bulan
Halaman :
180 halaman
Cetakan :
Pertama
Tahun Terbit : 2016
Kota Terbit : Medan
B.
Identitas Buku Kedua
Judul
Buku : Pengajaran
Pragmatik
Penulis : Prof.
Dr. Henry Guntur Tarigan
Penerbit :
Angkasa
Kota
Terbit : Bandung
Tahun
Terbit : 1986
Edisi :
Terakhir
Halaman :
256 halaman
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
BUKU I
:
BAB
I : HAKIKAT BAHASA
A. Definisi Berbahasa
Bahasa merupakan saran
ayang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Secara teknis, bahasa adalah
seperangkat ujaran yang bermakna yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Secara
praktis dapat kita ketahui bahwa bahasa mempunyai dua aspek, yaitu aspek sistem
(lambang) bunyi dan aspek makna.
1.
Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Sebagai alat komunikasi,
bahasa digunakan oleh anggota masyarakat penuturnya untuk menjalin hubungan
dengan anggota masyarakat yang lain yang mempunyai kesamaan bahasa. Bahasa sebagi
alat komunikasi juga dapat dipergunakan untuk ebrtukar pendapat, berdiskusi
atau membahas suatu persoalan yang dihadapi. Bahasa sebagai alat komunikasi
juga dapat dipergunakan untuk bertukar pendapat, berdiskusi atau membahas
beberapa persoalan yang dihadapi.
2.
Bahasa sebagai Alat Ekspresi
Diri
Sebagai alat ekspresi
diri, bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan atau mengungkapkan segala
sesuatu yang mengendap di dalam dunia batin seseorang, baik berupa gagasan,
pikiran, perasaan, maupun pengalaman yang dimilikinya. Dalam hal ini, sebagai
alat ekspresi diri, bahasa seringkali juga digunakan untuk menyatakan
keberadaan atau eksistensi seseorang kepada orang lain. Bahasa sebagai alat
ekspresi diri pada dasarnya telah dimiliki oleh seseorang sejak ia masih
berstatus sebagai bayi
3.
Bahasa sebagai Alat Integrasi
dan Adaptasi Sosial
Sebagai alat integrasi,
bahasa memungkinkan setiap penuturnya merasa diri terikat dengan kelompok
sosial atau masyarakat yang menggunakan bahasa yang sama. Sementara itu,
sebagai alat adaptasi sosial, bahasa memungkinkan seseorang menyesuaikan diri
atau beradaptasi dengan anggota masyarakat lain yang menggunakan bahasa yang
sama. Sebagai alat adaptasi sosial, bahasa memungkinkan seseorang menyesuaikan
diri dalam atau beradaptasi dengan anggota masyarakat lain yang menggunakan
bahasa yang sama.
4.
Bahasa sebagai Alat Kontrol
Sosial
Sebagai alat kontrol
sosial, bahasa dapat digunakan untuk mengatur berbagai aktivitas sosial,
merencanakan berbagai kegiatan dan mengarahkannya ke dalam suatu tujuan yang di
inginkan. Dengan kata lain, bahasa dimanfaatkan untuk mengontrol segala
aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sebagai alat control sosial, bahasa
dapat dimanfaatkan untuk mengontrol segala aktivitas yang dilakukan oleh
manusia.
B. Keadaan Kebahasaan di
Indonesia
Bahasa daerah, bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia, merupakan bahasa ibu atau bahasa yang
pertama kali dikuasai sejak manusia
mulai mengenal bahasa atau mulai dapat
berbicara. Di Indonesia paling tidak terdapat tiga jenis bahasa yang sama-sama
digunakan oleh masyarakat meskipun situasi pemakaian dan jumlah penuturnya
berbeda-beda. Ketiga jenis bahasa itu adalah bahasa daerah, bahasa nasional dan
bahasa asing.
Secara resmi keberadaan
bahasa daerah di Indonesia diakui oleh negara. Bahasa daerah mempunyai peran
yang cukup penting dalam menunjang kepentingan nasional. Hal itu mengingat
bahwa selain dapat dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan bahasa nasional
terutama dalam memperkaya khazanah kosa katanya.
Dalam khazanah kebahasaan
di Indonesia, keberadaan bahasa asing sudah barang tentu dapat menimbulkan
permasalahan sendiri, misalnya terjadi pengaruh antara bahasa yang satu dengan
bahasa yang lain.
Sebagai masalah nasional,
permasalahan bahasa di Indonesia mempunyai hubungan timbal balik anatar yang
satu dengan yang lain. Karena itu, penanganannya pun perlu dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu. Perlunya kebijakan nasional dalam menangani masalah
kebahasaan sebenarnya telah lama dicita-citakan. Hal itu terbukti dalam Seminar
Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1975,
masalah kebijakan bahasa nasional sudah hangat dibicarakan.
BAB
II
PRAGMATIK
: KONSEP DASAR MEMAHAMI TUTURAN
A. Sejarah Perkembangan
Pragmatik
Istilah pragmatik diperkenalkan oleh seorang
filosof yang bernama Charless Morris tahun 1938. Ketika ia membicarakan bentuk
umum ilmu tanda (semiotic). Ia menjelaskan dalam (Levinson, 1983:1) bahwa
semiotik memiliki tiga bidang kajian, yaitu sintaksis (syintax), semantik
(semantics), dan pragmatik (pagmatics). Sintaksis merupakan kajian lingustik
yang mengkaji hubungan formal antar tanda. Semantik adalah kajian linguistik
tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda tersebut.
Pragmatik mengalami dua perkembangan makna yang berbeda.
Di satu sisi pragmatik dengan konsep sebagaimana yang dimaksudkan oleh Morris
di atas tetap dipertahankan. Di sisi lain, seorang Filosof sekaligus ahli
logika yang bernama Carnap mengatakan bahwa apabila di dalam suatu penelitian
terdapat rujukan yang konkret terhadap pembicara atau dalam istilah yang lebih
umum, terhadap pengguna bahasa, maka dia menetapkan bahwa penelitian tersebut
berada dalam bidang kajian pragmatik. Kemudian dalam perkembangan berikutnya,
oleh Levinson (1983) pengertian tersebut dianggap terlalu sempit dan pengertian
tersebut dimodifikasi menjadi kajian bahasa yang bereferensi atau berhubungan
dengan faktor dan aspek-aspek kontekstual.
Di Indonesia istilah pragmatik secara nyata baru
disebut-sebut pada tahun 1984, yaitu pada saat diberlakukannya Kurikulum SMA
Tahun 1984. Di dalam kurikulum itu pragmatik merupakan salah satu pokok bahasan
bidang studi Bahasa Indonesia. Atas dasar tuntutan kurikulum itulah, istilah
itu mulai dibicarakan dan dibahas.
1.
Definisi Istilah Pragmatik
Pragmatik merupakan
cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki oleh penutur
(Cahyana, 1995:213). Levinson (dalam Suyana, 1990:1) memberikan beberapa
batasan tentang pragmatic, antara lain pragmatik ialah kajian dari hubungan
antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa,
pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan
kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.
Berdasarkan
batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa telaah pragmatik akan
memperhatikan faktor-faktor yang mewadahi pemakaian bahasa dalam kehidupan
sehari-hari.
Kridalaksana (1993:177)
menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang menyelidiki pertuturan, konteks,
dan maknanya. Selain itu, Tarigan (1986:25) menyatakan bahwa pragmatic adalah
suatu telaah makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran.
Dapat disimpulkan bahwa
pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna tuturan penutur pada
situasi ujar tertentu.
2.
Hubungan Pragmatik Dengan Linguistik
Seperti diungkapkan
Gunarwan (2004: 22), terdapat keterkaitan, yaitu bahwa pengetahuan pragmatik,
dalam arti praktis, patut diketahui oleh pengajar untuk membekali pemelajar
dengan pengetahuan tentang penggunaan bahasa menurut situasi tertentu.Secara
umum, dapat disimpulkan bahwa kaitan antara pragmatik dan pengajaran bahasa
adalah dalam hal kompetensi komunikatif yang mencakup tiga macam kompetensi
lain selain kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu kompetensi
sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang berkaitan dengan pengetahuan
sosial budaya bahasa tertentu, kompetensi wacana (discourse competence) yang
berkaitan dengan kemampuan untuk menuangkan gagasan secara baik, dan kompetensi
strategik (strategic competence) yang berkaitan dengan kemampuan pengungkapan
gagasan melalui beragam gaya yang berlaku khusus dalam setiap bahasa.
3.
Hubungan Pragmatik Dengan Semantik
Pragmatik dan semantik
adalah dua bidang yang berbeda namun saling melengkapi (komplementer) dan
saling berhubungan. Pemahaman makna dari dua verba to mean di atas termasuk
bidang semantik, sedangkan penggunaan makna pada kedua contoh tersebut termasuk
bidang pragmatik.
Dari penjelasan di atas
dapat diketahui bahwa semantik dan pragmatik keduanya menelaah makna. Meskipun
demikian telaah makna yang ada pada ranah semantik berbeda dengan telaah makna
yang ada pada ranah pragmatik. Semantik menelaah makna-makna satuan lingual,
dan mempelajari makna secara internal atau makna yang bebas konteks (context
independent), sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal yaitu
makna yang terikat konteks (context dependent)
(Wijana, 1996:2).
Dari
analisis semantik dan pragmatik ini, terdapat bahwa hubungan semantik dan
pragmatik ialah saling melengkapi, karena dalam komunikasi sehari-hari,
pembahasan makna secara semantik belum cukup untuk memahami maksud penutur yang
sebenarnya, jadi diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai makna secara
pragmatik. Sebaliknya, pragmatik mengkaji makna yang terkait dengan konteks dengan
berdasarkan makna yang dikaji oleh semantik, yaitu linguistik meaning.
BAB III : RUANG LINGKUP PRAGMATIK
A. Ruang Lingkup Pragmatik
Pragmatik mengacu pada
kajian penggunaan bahasa yang berdasarkan pada konteks. Bidang kajian yang
berkenaan dengan penggunaan bahasa pada konteks disebut bidang kajian pragmatic
adalah deiksis (dexis), praanggapan (presupposition), tindak tutur (speech act)
dan implikatur percakapan (conversational inplicature). Masing bidang kajian di
atas dibahas secara singkat di bawah ini :
a. Deiksis
Deiksis adalah gejala semantik yang
terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan
mempertimbangkan konteks pembicaraan. Deiksis
dibagi menjadi 4 kategori yaitu : deiksis orang, deiksis waktu, deiksis
tempat, deiksis wacana.
b. Praanggapan (Presupposition)
Praanggapan adalah apa yang digunakan
penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan (Brown dan yule,
1996). Asumsi tersebut ditentukan batas-batasannya berdasarkan
anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan akan diterima oleh
lawan bicara tanpa tantangan.
c. Tindak Tutur (Speech Act)
Tindak tutur merupakan bagian dari kajian
pragmatik. Leech (1993) menyatakan bahwa pragmatic mempelajari maksud ujarran,
menanyakan apa yang seseorrang maksudkan dengan suatu tindak tutur dan
mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dimana dan bagaimana.
d. Implikatur Percakapan
Menurut Levinson (melalui Nadar, 2009:
61), menyebutkan implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran
terpenting dalam pragmatik. Salah satu alasan penting yang diberikannya adalah
bahwa implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat
mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan.
e. komponen tutur
Peristiwa tutur (Inggris: speech event)
adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk
ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur,
dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.
Dell Hymes, seorang pakar sosiolinguistik
terkenal menyatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen, yang bila huruf-huruf pertamannya dirangkaikan menjadi akronim
SPEAKING (setting and scene, participants, ends: purpose and goal, act
sequences, key: tone or spirit of act, instrumentalities, norms of interaction
and interpretation, dan genres).Kedelapan komponen itu adalah S (setting and
Scene), P (participants), E (ends: purpose and goal), A (Act sequences), K
(key: tone or spirit of act), I (instrumentalities), N (norms of interaction
and interpretation), G (genres).
f. variasi bahasa
Ada empat macam variasi bahasa tergantung
pada faktor yang berhubungan atau sejalan dengan bahasa – bahasa itu. Kategori
faktor – faktor itu adalah : faktor geografis, faktor kemasyarakatan, faktor
situasi berbahasa, dan faktor waktu.
BAB
IV : DEIKSIS
A. Pengertian Deiksis
Deiksis
merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang
acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada
sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya.yang
menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur.
1.
Jenis Deiksis
Deiksis ada 5 macam,
yaitu : deiksis persona, deiksis penunjuk, deiksis tempat, deiksis waktu, dan deiksis
wacana.
2.
Bentuk Deiksis
Ø Deiksis morfem, yakni deiksis yang tidaak berbentuk kata sebagai
morfem bebas, melainkan berbentuk morfem terikat seperti awalan dan akhiran.
Misalnya: ku- (diikuti verba), -ku, -mu, -nya.
Ø Deiksis kata, yakni deiksis yang hanya terdiri dari satu suku kata,
seperti: ini, sana, aku, begitu, ia, sekarang, kelak, Tuan, hamba.
Ø Deiksis frase, yakni deiksis yang tediri dari dua kata atau lebih,
misalnya: di sini, esok pagi, tuan hamba, paduka tuan, dan sebagainya.
BAB
V : IMPLIKATUR
A.
Definisi Implikatur
Impilkatur berasal dari bahasa Latin implicare yang
berarti melipat. secara sederhana iplikatur diartikan sebagai makna tambahan
yang disampaikan oleh penutur yang terkadang tidak terdapat dalam tuturan itu
sendiri. secara garis besar terdapat dua jenis implikatur. yang pertama
implikatur konvensional, menjelaskan pada apa yang diutarakan. yang kedua
implikatur percakapan, menekankan maksud lain dari apa yang diucapkan.
B.
Prinsip Kerja Sama
1. Maksim kuantitas
Ø Jadikan kontribusi anda seinformatif mungkin sebagaimana yang
diperlukan.
Ø Jangan membuat kontribusi lebih informatif dari yang diperlukan.
Ø Penataan
maksim kuantitas dalam sebuah interaksi berfungsi untuk (1) menyampaikan
informasi yang jelas, (2) meminta bantuan, (3) menghindari kesalahpahaman.
2. Maksim kualitas
Ø Jangan katakan apa yang dianggap sebagai pernyataan yang salah.
Ø Jangan katakan jika buntinya kurang memadai.
3. Maksim relevansi
Ø Buatlah agar pernyataan itu relevan
Fungsi
maksim relevansi secara umum adalah untuk membuat setiap tuturan yang
disampaikan memberi informasi yang relevan dengan tuturan yang direspon dan
situasi ujarnya. sedangkan secara khusus untuk (1) mengusut kebenaran
informasi, (2) mencari informasi, dan (3) memberikan informasi yang benar.
4.
Maksim cara
Dalam realisasinya, peserta tutur dalam
sebuah interaksi menaati maksim dengan cara sebagai berikut : (1) hindari pernyataan yang kurang
kabur, (2) hindari ketaksaan, (3) buatlah ujaran sesingkat mungkin, (4) buatlah
ujaran secara berurutan.
Fungsi
maksim cara secara umum adalah untuk menyampaikan informasi secara jelas, tidak
ambigu, singkat dan teratur dalam rangka menunjang tercapainya tujuan interaksi
yang sedang diikuti. Secara khusus maksim cara berfungsi untuk (1) menyampaikan
informasi yang singkat dan jelas, dan (2) menghindari kesalahpahaman.
BAB
VI : PRAANGGAPAN
A. Definisi Paraanggapan
Praanggapan berasal dari
kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand
(menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara mengujarkan sesuatu ia sudah
memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan.
Praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan
tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.
B. Jenis Praanggapan
Gorge Yule
mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu : (1)
Praanggapan Eksistensi, (2) Praanggapan Faktif, (3) Praanggapan Leksikal, (4)
Praanggapan Non-faktif, (4) Praanggapan Struktural, (6) Praanggapan
Konterfaktual.
BAB
VII : PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR
A. Peristiwa Tutur
Peristiwa tutur adalah
terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran
atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan
satu pokok tuturan, di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Terjadinya
peristiwa tutur itu harus memenuhi apa yang dikatakan oleh Delhaems, yaitu :
(1) Setting and Scene, (2) Participants, (3) Ends=purpose ang goal, (4) Act
Sequences, (5) Keys=tone or spirit of act, (6) Instrumentalities, (7) Norms,
(8) Genres.
B. Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan
gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh
kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Terlebih dahulu
kita harus memahami tentang jenis kalimat. Menurut tata bahasa tradisional, ada
tiga jenis kalimat, yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogratif, dan kaliamt
impratif.
Austin membedakan kalimat
deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat
performatif. Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh
Austin, dirumuskan sebagai tiga peristiwa tinadakan yang berlagsungsekaligus,
yaitu: tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Fenomena lain dalam kajian
pragmatik adalah deiksis, presuposisi, dan implikatur percakapan.
BAB
VIII : KESANTUNAN BERBAHASA
A. Teori wajah oleh Goffman,
Brown, dan Levinson
Konsep wajah ini berakar
dari konsep tradisional di Cina, yang dikembangkan oleh Konfusius terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan (Aziz, 2008). Pada
wajah melekat atribut sosial yang merupakan harga diri, sebuah penghargaan yang
diberikan oleh masyarakat, atau dimiliki secara indvidu. Oleh karena itu, si
pemilik wajah itu haruslah berhati-hati dalam berperilaku, termasuk dalam
berbahasa. Teori wajah terbagi tiga, yaitu: wajah positif, wajah negatif, dan
pengancaman wajah.
BAB
IX : METODE PENELITIAN PRAGMATIK
A. Konsep Dasar Penelitian
Pragmatik
Belajar pragmatik pada
hakikatnya adalah belajar komunikasi. Suatu penelitian dilaksanakan untuk
memperoleh hasil yang ingin dicapai dengan metode-metode ilmiah secara objektif
dan bukan subjektif.
B. Rancangan Penelitian
Pragmatik Terkait Realisasi Tindak Tutur Permintaan
Ada tiga macam metode
menurut tahapannya, yaitu: (1) metode pengumpulan data, (2) metode analisis
data, (3) metode penyajian hasil analisis data. Langkah-langkah melakukan
peneliitannya, sebagai berikut : (1) apa yang menjadi tujuan penelitian? (2)
bagaimana cara mengumpulkan datanya? (3) bagaimana prosedur pelaksanaan
penelitiannya?
RINGKASAN
BUKU II
BAB
I : HAKIKAT DAN FUNGSI BAHASA
A.
Pengantar
Bahasa memegang
peranan penting dalam kehidupan kita. Hal-hal penting yang berkaitan dengan
hakikat bahasa dan fungsi bahasa. Bahasa mempunyai ciri-ciri utama yang
merupakan hakikat bahasa.
B. Hakikat
Bahasa
Berbicara
mengenai hakikat bahasa, Prof. Arderson mengemukakan adanya delapan prinsip
dasar, yaitu:
Ø
Bahasa adalah system
Ø
Bahasa adalah vocal (bunyi
ujaran)
Ø
Bahasa tersususn dari
lambing-lambang mana suka
Ø
Setiap bahasa bersifat unik;
bersifata khas
Ø
Bahasa dibangun dari
kebiasaan-kebiasaan
Ø
Bahasa adalah alat komunikasi
Ø
Bahasa berhubungan erat dengan
budaya tempatnya berada
Ø
Bahasa itu brubah-ubah
(Arderson;1972:35-36)
C. Fungsi Bahasa
Bahasa sebagai
sarana vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah
satu ciri pembeda utama kita umat
manusia dengan makhluk lainnya di dunia ini. Bahasa mempunyai fungsi yang amat
penting bagi manusia, terutama adalah fungsi komunikatif. Berbicara mengenai
fungsi bahsa maka Haliday mau tak mau harus singgung karyanya yang judulnya
“Explorations in the Functions of Language” (1973). Dalam buku tersebut
Halliday menemukan beberapa fungsi bahsa, seperti, yaitu:
Ø
Fungsi Instrumental
Ø
Funsi Regulasi
Ø
Fungsi Representasional
Ø
Fungsiinteraksional
Ø
Fungsi Personal
Ø
Fungsi Heuristic
Ø
Fungsi Imajinatif
Menurut
Stephen C. Levinson dari Universitas Cambridge mengemukakan pendapat Jakobson
(1960) yang menyarankan bahwa funsi- fungsi ujaran dapat difokuskan pada salah
satu dari 6 komponen dasar peristiwa komunikasi sebagai berikut:
Ø
Fungsi Refensial
Ø Fungsi Emotif
Ø Fungsi Konatif
Ø Fungsi Metalinguistik
Ø Fungsi Fatik
Ø Fungsi Puitik
BAB II: TATA BAHASA DAN PRAGMATIK
A.
Pengantar
Beberapa pakar pernah mengatakan bahwa”dalam telasah bahasa, seperti
juga halnya dalam telaah peristwa lainnya, tidak ada istilah atau terminology
yang netral; setipa teknis merupkan
pengekpresian asumsi-asumsi ataun perkiraan-perkiraan teoritis dari para
pemakaianya.
B.
Semantik dalam Arti Luas
Dalam penegrtian yang luas, semantic dapat dibagi atas tiga pokok
bahasan, yaitu:
-
Sintaksis
-
Semantik
-
Pragmatik
Pembagaina diatas mula-mula sekali dibuat oleh Charles
Morris dan kemudian oleh Rudolf Carnap. Sesuai dengan formulasi Morris (1938)
maka terdapatlah pembedaan sebagai berikut:
Ø
Sintaksis menelaah hubungan-hubungan
formal antara tanda-tanda satu sama lain
Ø
Semantik menelaah hubungan
tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda
tersebut
Ø
Pragmatic menelaah hubungan
–hubungan tanda-tanda dengan para penafsir atau interpretator.
Selanjutnya R.C
Stalnaker membuat perumusan yang lebih sederhana yaitu sebagai berikut:
sintaksis menelaah kalimat-kalimat; semantic menelaah proposisi –proposisi ;
sedangkan pragmatik adalah telaah mengenai tindak-tindak linguistic beserta
konteks-konteks tempat tampil.
C.
Semantik Dalam Arti Sempit
Dalam pengertian
yang lebih sempit, bidang semantic kerapkali dibagi pula menjadi dua pokok
bahasan. Yaitu:
a.
Teori referensi (denotasi,
ekstensi)
b.
Teori makna (konotasi, intensi)
Semantic adalah telaah
makna. Semantic menelaah lambing-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan
makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain dan pengaruhnya terhadap
manusia dan masyarakat.oleh karena itu, semantikmencakup makna-makna kata
perkemabangannya dan perubahannya.
D.
Makna
Sehubunagn dengan arti kata makna ini, dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia terdapat keterangan sebagai berikut:
“makna: arti
atau maksud (sesuatu kata); misalnya mengetahui lafal dan maknanya;
bermakna:berarti; mengandung arti yang penting (dalam );
Dalam buku “The
Meaning of Meaning”, Ogden dan Richards memperbincangkan meaning atau makna
dengan panjang lebar. Mereka telah membuat suatu daftar yang representif
mengenai batasan –batasan kata makna itu.
Makana adalah:
Ø
Suatu sifat intrinsic
Ø
Suatu hubungan khas yang tidak
teranalisis dengan hal-hal atau benda-benda lain
Ø
Kata-kata lain yang dihubungkan
denga sebuah kata dalam kamus
Ø
Konotasi sebuah kata
Ø
Suatu esensi, inti sari, pokok
Ø
Suatu kegiatan yang
diproyeksika ke dalam suatu objek
Ø
Suatu peristiwa yang diharapkan,suatu
kemauaan
Ø
Tempat atau wadah sesuatu dalam
suatu system
Ø
Emosi yang ditimbulkan oleh
sesuatu
Ø
Wadah tempat pemakai sesuatu
lambang harus mengacukan diri
Makana itu
beraneka ragam. Agar kita dapat memperoleh gambaran umum mengenai ragam-ragam
makna ini maka ada baiknya kita terlebih dahulu menelitipendapat bebrapa pakar
mengenai hal itu.
Charles Fries
membagi makana menjadimdua bagian, yaitu:
Ø
Makna Linguistic
Ø
Makna Social (Cultural)
Selanjutnya
beliau membagi pula makna linguistic atas dua bagian, yaitu:
Ø
Makna Leksikal
Ø
Makna Structural
E.
Aneka
Postulat Mengenai Tata Bahasa
Berbicara mengenai hubungan tata
bahasa dengan pragmatic pada prinsipnya
berbicara mengenai persamaan dan perbedaan keduanya. Pada dasarnya tata bahasa
(yang merupakan system bahasa yang formal lagi abstrak) dan pragmatic (yang
merupakan prinsip-prinsip penggunaan bahasa ).
Menurut Geofrey N. Leech (1983:5)
telah mengemukakan beberapa postulat atau patokan mengenai tata bahasa dan
pragmatic sebagai berikut:
1.
Representasi semantic (atau
bentuk logis) sesuatu kalimat berbeda dari interpretasi pragmatiknya.
2.
Semantic bersifat tunduk pada
kaidah (=gramatis), sedangkan pragmatic bersifat diatur oleh prinsip (=retoris)
3.
Kaidah-kaidah tata bahasa pada
dasarnya bersifat konvensional;
sedangkan prinsip-prinsip pragmatic umum pada dasarnya bersifat
non-konvensional yaitu dimotivasi oleh tujuan percakapan.
4.
Pragmatic umum menghubungkan
pengertian (atau makna gramatis) sesuatu ucapan dengan kekuatan pragmatik
(ilokusinya). Hubungan ini relative dapat langsung atau tidak langsung.
5.
Persesuaian-persesuaian
gramatik dibatasi dengan pemetaan;nsedangkan pensesuaian-pensesuaian pragmatic
dibatasi dengan aneka masalah beserta pemecahannya.
6.
Penjelasan-penjelasan pragmatic
pada dasarnya bersifat forma;sedangkan penjelasan-penjelasan [ppragmatik
terutama sekali bersifat fungsional
7.
Tata bahasa bersifat ideasional ;pragmatic bersifat interpersonal dan tekstur
8.
Pada umumnya, tata bahasa dapat
diberikan dengan baantuan kategori-kategori tersendiri dan tertentu ; pragmatic
dapat diberikan dengan bantuan-bantuan nial-nilai yang berkesinambungan dan
tidak tertentu.
F.
Semantik Dan Pragmatic
Pada dasarnya, masalah pembeda
antara language dan speech, antara langue dan parole, antara bahasa dan ujaran
, berpusat pada perdebatan mengenai batas anatara keduanya sangat besar.secara
tradisional semantic memperlakukan makna sebagai hubungan dua arah sedangkan
pragmatic memperlakukan makna sebagai suatu hubungan tiga arah. Demikianlah,
makana pragmatic berhubungan dengan pembicara (pemakai bahasa), sedangkan makna
dalam semantic benar-benar dibatasi sebagai suatu sifat ekspresi dalam bahasa
tertentu, dalam pemeindahan atau pemisahan dari situasi, pembicara, atau
penyimak tertentu.
G.
Pragmatik Umum
Pragmatic umum dapat dibagi
atas: pragmalinguistik dan sosiopragmatik. Pragmalinguistik adalah telaah
mengenai kondisi-kondisi untuk penggunaan komunikatif bahasa. Pragmalinguistik
dapat diterapkan pada telaah pragmatic yang tujuannnya lebih mengarah kepada
tujuan linguistic. Sedangkan sosiopragmatik adalah telaah mengenai
kondisi-kondisi setempat atau kondisi-kondisi lokalyang lebih khusus mengenai
penggunaan bahasa. Pragmatic umum lebih lanjut dapat dibatasi pada telaah
komunikasi linguistic dengan bantuan prinsip-prinsip konverssional atau yang
bersifat percakapan.
BAB III : PRAGMATIK DAN TINDAK UJAR
A.
Pengantar
Pragmatic eratsekali hubungnnya
dengan tidak tutur atau tidak ujar. Pembicaraan yang kita bahas adalh :batasan
serta pengertian pragmatic ; aneka aspek situasi ujaran yang mencakup hubungan
pembicara dan penyimak, konteks ujara, tujuan ujaran, tindak ilokusi
ucapan/ujaran, tujuan ujaran dan lain –lain.
B. Batasan
Pragmatik
1. Pragmatic
menelaah ucapan –ucapan khusus dalam dalam situasi-situasi khusus dan
terutama sekali memusatkankan perhatian kepada
aneka ragam cara yang merupakan
wdah aneka konteks social
performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau
interpretasi.
2. Pragmatic menelaah
kseluruhan perilakuk insan, terutama sekali dalam hubungannya dengan tanda dan
lambnag –lambang,dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, Stephen C. telah mengumouljan sejumlah batasan pragmatik
yang bersal dari berbagai suber dan pkar, yang dapat kita rangkum seperti
berikut ini:
1. Pragmatik
adalah telaah mengenai hubungan
tanda-tanda dengan para penafsir
(Morris 1938:6).
2. Pragmatic
adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang
tergramatisasikan atau disandikan dalam
struktur sesuatu bahasa.
3. Pragmatic
adalah telaah mengenai segala aspek makna yang mencakup dalam teori
semantic, atau debgan perkataan lain
;memperbincangkan secara tuntas oleh referensi
langsung dengan kondisi-kondisi kebenaran
kalimat yang diucapkan.
4. Pragmatic
adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang
merupakan dasar bagi suatu catatan atau
laporan pemahaman mengenai bahasa.
Dalam menelaah tindak ujar ini
kita harus menyadari benar-benar betapa pentingnya konteks ucapan atau
ungkapan. Teori tindak ujar bertujuan mengutarakan kepada kita, nbila kita
mengemukakan pertanyaan padahal yang dimaksud adalah menyuruh, atau bila kita
mengatakan sesuatu hal dengan intonasi khusus
padahal yang dimaksud justru sebaliknya.
C. Aneka Aspek
Situasi Ujaran
Kegunaan nyata dari pengetahuan mengenai aspek-aspek ujaran ialah
memudahkan kita untukl menentukan dengan jelas hal-hal yang merupakan bidang
garapan pragmatyik dan hal-hal yang merupakan bidang ranah telaah semantic, selama kita menganut
paham bahwa pragmatic menelaah makna dalam kaitannta dengan situasi ujaran maka
acuan terhadap satu atau lebih aspek-aspek berikut ini akan merupakan suatu
criteria:
1.
Pembicara/penulis dan penyimak
/pembaca
Dalam setiap
situasi ujaran harus ada pihak pembicara atau penulis dan pihak penyimak atau
pembaca.
2.
Konteks ujaran
Kata konteks
dapat diartikan dengan berbagai cara, misalnya kita memasukkan aspek-aspek yang
sesuai dan relevan mengenai latar fisik dan social sesuatu ucapan.
3.
Tujuan ujaran
Setiap situasi
ujaran atau ucapan tentu mengandung makna dan tujuan tertentu pula
4.
Tindak ilokusi
Dalam pragmatic
menggarap bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret dibanding tata bahasa.
Singkatnya, ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan;suatu tindak tutur.
5.
Ucapan sebagai produk tindak
verbal
Kata ucapan
yang dapat dipakai dalam pragmatic, yaitu mengacu kepada produk suatu tindak
verbal, dan bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri. Pragmatic adalah
telaah makna dalam hubungannya dengan situasi ujaran.
D. Jenis Tindak Ujar
Seorang pakar
telah membagi tindak ujar menjadi 3
yaitu;
1.
Tindak lokusi
2.
Tindak ilokusi
3.
Tindak perlokusi (Austin 1962)
Secara singkat dapat dikatakan bahwa:
1.
Tindak lokusi adalah melakukan
tindakan untuk menyatakan sesuatu
2.
Tindak ilokusi adalah melakukan
suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu
3.
Tindak perlokusi adalah
melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu.
Teori tindak ujar memusatkan
perhatiannya pada cara penggunaan bahasa mengkomunikasikan maksud dan tujuan
sang pembicara dan juga dengan maksud dan tujuan sang pembicara dan juga dengan
maksud penggunaan bahasa yang dilaksanakannya. Pemerian yang komprehensif dan
eksplisit mengenai pelaksanaannya tindak ujar ini akan mempunyai nilai yang
sangat penting bagi pengajar dan pelajar, bagi guru dan siswa di dalam interaksi
belajar mengajar.
BAB 4
UNGKAPAN KEBIJAKSANAAN
- Pengantar
Dalam
bab ini akan diperbincangkan secara khusus Maksim kebijaksanaan atau ungkapan
Kebijaksanaan. Sebagai bahan penunjang maka akan dibicarakan terlebih
dahulu klasifikasi tindak ilokusi berdasarkan fungsi dan juga berdasarkan
kriteria yang beraneka ragam. Menyusul pembicaraan mengenai representasi
semantik dari dekleratif interogatif dan imperatif.
- Klasifikasi
Tindak Ilokusi
Tindak
ilokusi mempunyai beraneka ragam fungsi dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan
memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap hormat, maka fungsi-fungsi
Ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
a.
Kompetitif
b.
Konvivial
c.
Kolaboratif
d.
Konfliktif
Kalau
kita teliti benar-benar maka dari keempat fungsi di atas hanya kedua jenis yang
pertama saja yang sungguh-sungguh terlibat dengan kesopansantunan. Pembagian di
atas berdasarkan pada fungsi. Seorang pakar kawakan dalam bidang ini, J.R.
Searle (1979), telah mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan berbagai
kriteria, seperti: (1) asertif , (2) direktif, (3) komisif, (4) ekspresif, dan
(5) deklaratif.
- Kebijaksanaan dan Kesopansantunan
Kebijaksanaan
adalah salah satu jenis atau aspek Kesopansantunan. Kalau demikian halnya maka
ada baiknya kalau kita menghubungkan aneka tindak ilokusi secara lebih tepat
dengan aneka jenis Kesopansantunan yang serasi. dasar kebenaran bagi
ungkapan-ungkapan itu secara tepat menerangkan aneka asimetris yang seperti
itu, dan konsekuensinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan
kategori tindak ilokusi yang dibuat oleh Searle (1979) maka yang mencangkup
oleh ungkapan Kebijaksanaan adalah direktif (atau impositif) dan komisif, yang
dalam konteks proposional X mengacu kepada beberapa tindakan atau aksi yang
dilakukan oleh masing-masing pembicara dan pendengar.
- Paradoks Santun Pragmatik
Orang
dapat memperdebatkan bahwa dalam lingkaran Kesopansantunan yang ideal,
penentuan kedua partisipan dalam wacana haruslah sama hormatnya satu sama lain
akan menimbulkan suatu kemunduran yang tiada terhingga dalam logika perilaku
percakapan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari contoh bahwa pembicara mungkin saja melanggar
ungkapan kualitas, yaitu bahwa implikator yang paling langsung yang berupa
pembicara mau/ingin membawakan tas penyimak mungkin saja salah.
- Representasi
Semantik Deklaratif Interogatif dan Imperatif
Istilah-istilah deklaratif, interogatif, dan imperative
secara khusus dipakai bagi kategori-kategori sintaksis sebagai tipe dasar
kalimat. Secara konvensional ketiganya
dibedakan dari kategori-kategori berhubungan dengan semantik atau tindak ujar,
yang masung-masing mengacu pada istilah-istilah assertion , question, dan
command.
- Interpretasi
Impostif
Dalam bagian ini kita mencoba memperlihatkan bagaimana
cara penafsiran imposiif diperiksa serta digolongkan sesuai dengan atau
berdasarkan kebijaksanaan. Demi maksud itu maka dimulai dengan imperatif ,
sebagaimana bentuk imposisi yang paling langsung. Suatu impositif imperatif
memang canggung atau tidak bijaksana dalam hal bahwa dia mengambil risiko
sebagai ketidakpatuhan, yang merupakan sejenis situasi konflik yang merupakan
sejenis situasi konflik yang agak ruwet.
- Skala
Pragmatik
Ada tiga skala, yaitu:
- Skala
Untung Rugi
- Skala
Kefakultatifan
- Skala
Ketaklangsungan
- Kebijaksanaan dan Sikap Merendahkan
Klausa pada generalisasi di atas bukanlah tanpa
kekecualian karena walaupun kefakultatifan mengiimplikasikan ketidak
langsungan. Tokoh ketidaklangsungan tidak mengimplikasikan kefakultatifan.
BAB
V
RETORIKA
ANTARPRIBADI
- Pengantar
Dalam pembicaraan di muka pada contoh telah diutarakan
aneka aspek situasi ujaran dan salah satu diantaranya adalah
pembicara/penulis-penyimak/pembaca, dengan perkataan lain: pemberi-penerima
dalam tindak bahasa. Agak ada baiknya kita ketahui bahwa kata retorika berasal
dari bahasa Yunani Eiro yang berarti saya katakan.
Klasifikasi retorika beserta sejumlah prinsip serta
ungkapan yang terdapat di dalamnya. Maka dapat dinyatakan bahwa di samping
prinsip kerja sama terdapat prinsip sopan santun. Ungkapan-ungkapan prinsip
sopan santun cenderung berjalan atau berlangsung berpasang-pasangan sebagai
berikut:
- Maksim
kebijaksanaan
- Maksim
kedermawanan
- Maksim
penghargaan
- Maksim
kesederhanaan
- Maksim
permufaktan
- Maksim
simpati
- Maksim Kedermawanan
Inti pokok maksim kedermawanan ini adalah kurangi
keuntungan bagi diri sendiri: tambahi keuntungan bagi orang lain. Kalau setiap
orang melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan ini dalam ucapan dan
perbuatan dalam pergaulan sehari-hari maka kedengkian, iri hati, sakit hati
antara sesama dapat terhindar. Perlu kita sadari bahwa dalam prakteknya
terdapat aspek bilateral dalam tindak ujar impositif dan komisif.
- Maksim Penghargaan
Inti pokok maksim penghargaan ini ialah kurangi cacian
pada orang lain, tambahin pujian pada orang lain. Suatu sub judul yang kurang
mengenakkan bagi maksim penghargaan ini hendaknya berbunyi ‘maksim rayuan’,
tetapi istilah rayuan atau menjilat pada umumnya digambarkan ketidak jujuran.
- Maksim
Kesederhanaan
Inti pokok maksim kesederhanaan ini adalah kurangi pujian
pada diri sendiri, tambahi cacian pada diri sendiri. Maksim ini seperti halnya
kesopansantunan lainnya, memperlihatkan diri dalam aneka keasimetrisan.
- Maksim Permufakatan dan Maksim Simpati
Ada kecenderungan atau tendensi untuk membesar-besarkan
permufakatan dengan orang lain, dan memperkecil ketidaksesuaian dengan cara
menyatakan penyesalan, memihak pada permufakatan sebagainya.
- Aspek Metalinguistik Kesopansantunan
Dari pengalaman diketahui bahwa kesopansantunan
dimanifestasikan bukan hanya dalam isi percakapan tetapi juga dalam cara
mengelola percakapan serta menstrukturinya yang dilakukan oleh para
partisipannya.
- Ironi dan Kelakar
Ironi adalah majas atau gaya bahasa yang menyatakan makna
yang bertentangan dengan maksud berolok-olok. Sedangkan kelakar adalah sendau
gurau; pecakapan untuk olok-olok. Dalam retorika antarpribadi, prinsip ironi
mengambil tempat di sisi prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun.
- Hiperbola dan
Litotes
Hiperbola adalah gaya bahasa atau majas yang berupa
ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang terjadi baik itu ukuran atau sifatnya.
Sedangkan litotes adalah gaya bahasa atau majas yang berupa pernyataan mengenai
sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikkannya. Dalam bagian ini
dua cara pelanggaran prinsip kerja sama yang pantas dan layak mendapat
perhatian khusus.
BAB
VI
LOKUSI,
ILOKUSI, PERLOKUSI
- Pengantar
Dalam pembicaraan di muka telah berulang kali kita
menyinggung istilah-istilah lokusi, ilokusi dan perlokusi. Dalam bab ini kita
akan mengkhususkan pembicaraan pada ketiga hal tersebut, antara lain dengan
mengadakan survei bagi kelas verba. Tindak ujar, verba ilokusi dan perlokusi,
klasifikasi verba ilokusi, verba performatif, analisis semantik terhadap
beberapa verba ilokusi, dan verba asertif.
- Lokusi,
Ilokusi, dan Perlokusi
Pada
tahun 1962, dalam bukunya, Austin telah membedakan tiga jenis tindak ujar,
yaitu:
i.
tindak lokusi
ii.
tindak ilokusi
iii.
tindak perlokusi
C.
Aneka Kelas Verba Tindak Ujar
a. Verba
Ilokusi dan Verba Perlokusi
Aneka
kontras yang terdapat antara ilokusi, perlokusi, dan kategori-kategori tindak
ujar lainnya biasanya telah diilustrasikan secara khas dengan daftar-daftar
verba dan ekspresi-ekspresinya yang menyerupai verba.
b.
Klasifikasi Verba Ilokusi
Aneka
makna kategori ilokusi, maka akan memusatkan perhatian pada ciri-ciri sintaktik
verba ini, diantaranya:
a.
Verba asertif
b.
verba direktif
c.
verba komisif
d.
verba ekspresif
e.
verba rogatif
D.
Analisis Semantik terhadap beberapa
Verba Ilokusi
Untuk
memudahkan proses penganalisisan tersebut, maka kita telah mempersiapkan suatu
tabel yang memuat kisi-kisi yang perlu
diperhatikan, yang terdiri diri beberapa kolom horisontal dan vertikal.
I. Kolom (a)
Kolom ini membedakan verba ekspresif dari
verba direktif dan verba komisif
II. Kolom (b)
Kolom ini membedakan antara verba direktif
dan verba komisif
III. Kolom (c)
Kolom ini hanya relevan bagi verba-verba yang
peristiwa X-nya mengambil tempat sesudah
tindak ujar.
IV. Kolom (d)
Simbol-simbol yang digunakan di sini sama
saja dengan simbol-simbol yang dipakai dimuka.
V. Pengelompokan
Horisontal
VI. Pasangan Terkecil
VII. Jurang Pemisah
Kebetulan
VIII. Penafsiran Skala
E.
Verba Asertif
Walaupun verba asertif ini membentuk
kategori ilokusi yang paling banyak, namun verba ini memberi kemungkinan kurang
begitu mudah bagi analisis sistematik. hal ini barangkali disebabkan, tidak
sama dengan kategori-kategori ilokusi lainnya, verba ini menganggap sama
hubungan antara pembicara kedua dan penyimak kedua.
BAB
VII
ANEKA
TINDAK KOMUNIKATIF
A. Kaidah Konversasi
Keterampilan
berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan. Selama ada kesempatan untuk
berbicara, tiada masalah yang tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan. Oleh
dikarenakan itu perlu kita sadari benar-benar bahwa konversasi atau percakapan
merupakan wadah yang paling ampuh bagi penggunaan kaidah-kaidah atau
aturan-aturan wacana secara fungsional.sejak dini dalam kehidupan anak-anak
mempelajari kaidah percakapan yang pertama dan esensial, yaitu menarik
perhatian, orang lain.
Bila
sang pembicara telah berhasil mendapatkan perhatian sang penyimak, maka tugas
selanjutnya adalah salah satu dari penentuan topic atau judul pembicaraan.
Setelah suatu topic ditentukan maka para partisipan dalam percakapan mulai
dengan pengemabangan topic mengunakan konvensi-konvensi saling berganti
menyelesaikan aneka fungsi bahasa. Dalam pengembangan topic maka seseorang pun harus
menemukan contoh penjelasan topic, pengubahan topic, penjelasan topic,
pengeinsrupsian pembicaraan. Setelah membuat pengembangan topic dalam konvensi
percakapan selanjutnya adalah tahap menyudahi topic, yang mana merupakan seni
yang sukar dikuasai oleh sementara partisipan, apalagi yang belum
berpengalaman.
Beberapa
cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu percakapan yang dapat
dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:
1.
Melirik jam
2.
Dengan mimic sopan
3.
Dengan mengacungkan tangan
secara sopan
4.
Dengan ucapan, “maaf, saya
harus pergi sekarang, bolehkan?”
5.
Deengan meminta ijin. “permisi
saya duluan pergi”
B. Klasifikasi Tindak
Komunikatif
Dalam
kehidpuan sehari-hari kita berkomuhnikasi satu sama lain dengan sebagian besar
mempergunakan sarana media bahasa. Komunikasi dapat dipadndang sebagai gabungan
atau kombinasi dari berbagai tindak, serangkaian unsure dengan maksud dan
tujuan tertentu.
Komunikasi
adalah serangkaian tindak komunikatif atau tindak ujar yang dipakai secara
bersistem untuk menyelesaikan tujuan tertentu. Pengunaan fungsi bahasa
menunjukkan hakikat komunikasi dan telah merangkum tujuh fungsi bahasa yaitu :
1.
Fungsi Intrumental
2.
Regulasi representasional
3.
Interaksional
4.
Personal
5.
Heuristic
6.
Imajinatif
C. Penerapan Tindak
Komunikatif
Penerapan
tindak komunikatif itu sendiri telah dimulai dan diterapkan secara lisan maupun
tulisan seperti yang dipergunakan sehari-hari. Adapun penerapan tindak
komunikatif tersebut antara lain :
1.
Menyetujui
Menyetujui
berarti “menyatakan setuju (sepakat) dengan membenarkan , memperkenankan. Jika
diingat dalam kehidupan sehari-hari maka ternyata ada beberapa hal yang dapat
kita setujui. Disamping itu pula banyak juga hal yang tidak kita setujui.
2.
Memperdebatkan
Memperdebat
berarti memperbantah, membahas suatu hal yang saling member alasan untuk saling
mempertahankan pendapat atau pendirian.
3.
Mengalihkan pembicaraan
Mengaklihkan
berarti menukar, mengganti topic percakapan.
4.
Menyangkal
Menyangkal
berarti menyatakan bahwa tidak benar,
tidak membenarkan, membantah.
5.
Memberi pujian
Member pujian
yang berarti menyatakan atau melahirkan keheranan dalam penghargaan kepada
sesuatu yang dianggap baik, indah,dan sebagainya.
6.
Mengucapkan selamat
Selamat berarti
terpelihara dari bencana. Mengucapkan selamat berarti menyatakan perasaan
kegembiraan atas keberhasilan seseorang.
7.
Merayu/menyanjung
Merayu berarti
menyenangkan hati, membujuk, memuji, memikat hati
8.
Membanggakan
Membanggakan
berarti berbesar hati karena merasa bangga akan sesuatu.
9.
Melaporkan
Melaporkan
berarti rencana , memberitahukan, memberikan rencana permasalahan.
10. Menganalisis
Menganalisis
berarti menyelidiki suatu peristiwa untuk mengetahui apa sebab-sebabnya bagaimana perkaranya dan
sebagainya.
BAB VIII
PRAGMATIK DALAM KURIKULUM
BAHASA INDONESIA
A.Pragmatik Dalam
Kurikulum Bahasa Indonesia
Kurikulum bahasa Indonesia yang mutakhir yang
dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia
dikenal dengan nama Kurikulum bahasa Indonesia 1984. Orientasi belajar mengajar
bahasa berdasarkan tugas dan fungsi komunikasi ini disebut pendekatan
komunikatif. Dalam pendekatan komunikatif ini, bentuk bahasa yang dipakai
selalu dikaitkan dengan factor-faktor penentu diatas. Kemampuan berbahasa yang
demikian yaitu kemampuan yang dapat menyesuaikan bentuk bahasa dengan factor-faktor
itu disebut Keterampilan Fragmatik.
Perlu diingat bahwa untuk mencapai keterampilan
fragmatik diperlukan pengetahuan dan keterampilan umum bahasa Indonesia yang
dijabarkan dalam bagian-bagian lain kurikulum yakni
Unsur bahasa
Unsure bahasa yang dimaksud adalah sebagai berikut ini ;
Lafal/ejaan, yang mengajarkan lafal yang baik dan
ejaan yang sesuai dengan EYD
Struktur, yang mengajarkan bentuk-bentuk kata,
frasa, kalimat yang baik dan berterima
Kosakasa, yang mengajarkan kata-kata dari berbagai
rabah kebahasaan dalam jumlah kata yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan
lancer.
a. Kegiatan berbahasa
1. Kegiatan berbahasa yang dimaksud disini adalah sebagai berikut
ini. :
Membaca, yang mengajarkan
kemampuan pemahaman dengan tepat dan cepat berbagai macam wacana seperti
narasi, Persuasi, eksposisi, khayal dan sebagainya.
2. Menulis, yang mengajarkan kemampuan membuat
kalimat-kalimat yang baik dan
benar
sesuai dengan yang diperlukan dan merakitnya menjadi paragraph-paragraf
dalam
berbagai wacana.
3. Berbicara, yang mengajarkan berbagai macam
kemampuan menggunakan bahasa lisan
dalam
berbagai peristiwa bahasa.
4. Pragmatic, yang mengajarkan kemampuan memilih
bentuk bahasa secaara lisan
maupun tulisan yang sesuai dnegan keadaan
berbahasa, kemampuan memahami bentuk
bahasa
dan situasi.
Pragmatik di SD
Sekolah dasar ditanah air kita ini
memiliki enam kelas dan setiap kelas terdiri pula atas tiga caturwulan.
Dalam hal ini kita membicarakan
pragmatic dalam setiap kelas di sekolah dasar.
Pokok bahasan
|
uraian
|
Pragmatik aspek sosialisasi
|
Menyapa orang lain waktu bertemu, secara lisan
|
Idem
|
Menayapa orang lain waktu
berpisah
|
Idem
|
Menyapa orang lain saat berkumpul
|
Idem
|
Menyapa orang lain waktu pagi
|
Idem
|
Menyapa orang lain siang
|
Idem
|
Menyapa orang lain waktu malam
|
Pragmatik
di SMP
Pokok bahasan
|
Uraian
|
Sikap intelektual
|
Menugunakan bahasa secara lisan atau tulisan untuk mengetahui
sesuatu itu mungkin atau tidak mungkin
|
Informasi factual
|
Untuk mengungkapkan ingin mengetahui mungkin tidaknya sesuatu
dalam bentuk lisan atau tulisan
|
Informasi factual
|
Untuk mengetahui sesuatu itu menarik atau tidak
|
Informasi factual
|
Untuk memperbaiki kesalahan teman atau kesalah pahaman secara
lisan atau tulisan
|
Informasi factual
|
Untuk mengucapkan sesuatu sesaat mau pergi
|
Aspek asosialisasi
|
Untuk menyatakan persetujuan atau penghargaan
|
Aspek asosialisasi
|
Untuk menyampaikan berita melalui telegram
|
Aspek asosialisasi
|
Untuk menyakan atau menyampaikan sesuatu dalam telepon
|
Sikap moral
|
Untuk menyetujui dan pengharagaan
|
Pragmatik di SMA
Pokok Bahasan
|
Uraian
|
Sikap Emosi
|
Pengungkapan apakah sesuatu itu masuk akal
|
Sikap emosi
|
Mengungkapkan rasa puas
|
Sikap emosi
|
Pengungkapan apakah sesuatu itu masuk akal
|
Aspek sosialisasi
|
Penyampaian informasi melalui telegram
|
Aspek sosialisasi
|
Penyampaian informasi melalui telepon
|
Sikap intelektual
|
Penyampaian pendapat dalam diskusi
|
Sikap intelektual
|
Mempertahankan pendapat dalam diskusi
|
Sikap intelektual
|
Cara menyampaikan pendapat dalam berpidato
|
Sikap intelektual
|
Mengungkapkan pendapat
melalui pidato
|
Sikap intelektual
|
Ingin mengetahui sebagai mana kemampuan akan melakukan sesuatu
|
Sikap intelektual
|
Konteks berpidato dalam menyakinkan pendapat dalam pidato
|
Pragmatic sendiri dibuat dalam
pengajaran dalam kurikulum pengajaran bahasa Indonesia dengan tujuan agar anak
didik mampu atau memiliki kemampuan kemampuan memilih bentuk bahasa secara
lisan maupun tulisan yang sesuai dengan kaidah bahasa dan situasi penggunaan
bahasa yang sedang berlangsung.
Bahan pragmatic melatih siswa agar
terampil menggunakan bahasa secaraq lisan dan tulisan sesuai dengan situasi
saat penggunaan bahasa yang dipakainya. Latihan ditekankan pada penggunaan
bahasa dalam situasi takzim. Dalam pragmatic tercakup enam aspek penting yaitu aspek sosialisasi, aspek
intelektual, aspek emosi, aspek informasi factual, aspek moral, aspek
penyesuaian sesuatu.
IV. Penilaian Buku
I.
Kelebihan Buku
a. Keterkaitan antar bab
Kedua buku
mempunyai pembahasan dengan penggunaan bahasa yang memiliki kekhasan
masing-masing, begitu juga dengan keterkaitan pembahasan dalam 2 buku
memiliki keterkaitan pembahasan yang dimana dalam buku tersebut membahas
mengenai Fragmatik yang merupakan inti dalam
pembahasan kedua buku.
b.
Kemutakhiran isi buku
Kedua buku
mempunyai pembahasan dengan gaya bahasa yang berbeda namun pembahasan dalam
kedua buku tersebut memiliki argumen dan juga contoh kutipan yang jelas dan
terpercaya (para ahli)
c. Kelemahan Buku
a. Keterkaitan antar bab
Dalam hal
kekurangan tentunya setiap buku mempunyai kekurangan masing-masing namun disini
terlihat jelas bahwa keterkaitan dalam kedua buku memang saling berkaitan
dikarenakan membahas Fragmatik namun terdapat kekurangan dalam buku kedua yang
dimana penjelasan dan juga materi dalam pembahasan mengenai fragmatik kurang
jelas untuk dimengerti dan juga terkesan jadul dan tidak sesuai untuk
penggunaan zaman sekarang.
b. Kemutakhiran isi buku
Dalam buku pertama pemnbahasan dalam bab menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti sedangkan dalam buku kedua cenderung dalam pembahasan dalam bab
menggunakan bahasa yang formal dan juga cenderung kaku yang membuat buku kedua
menjadi kurang efektif dalam pembahasan materi-materi dalam bab-bab yang ada
pada buku tersebut.
d.
Implikasi
Dengan adanya pembahasan dalam kedua buku terutama pada bab-bab tersebut,
materi yang dipelajari akan menjadi sumber pengetahuan dalam pembelajaran
mahasiswa dalam pendalaman materi mengenai fragmatik, sehingga mahasiswa dapat terbantu dalam
mengetahui apa itu fragmatik,dan hal-hal yang berkaitan dengan Fragmatik.
e. Simpulan dan saran
a. Simpulan
Pembahasan dalam kedua bab dalam dua buku tersebut sangat penting terutama
dalam pendalaman materi oleh mahasiswa yang sedang memperlajari fragmatik dan hakekatnya. Meskipun terdapat beberapa kekurangan didalam buku tentunya tidak
mengurangi kualitas ilmu yang disajikan dalam buku. Dengan pembahasan dalam
buku mahasiswa terbantu dalam pemahaman mendalam mengenai fragmatik.
b. Saran
Dalam proses pembuatan buku tentunya dapat dimaklumi bahwa tidak ada buku
yang tidak memiliki kekurangan, oleh karena itu kita harus memaklulmi kesalahan
yang terdapat dalam buku dan harus bisa menjadikannya pembelajaran dalam hal
penulisan buku. Dan kiranya penulis buku juga mampu memperbaiki kekurangan yang
terdapat dalam buku dan tidak berhenti dalam berkarya.