Saturday, April 17, 2021

MINI RISET (MR) PRAGMATIK

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang

 

Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial, maka tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannna ditentukan oleh kemampuan bahasa sipenutur dalam menghadapi situasi tertentu.

Istilah dan teori mengenai tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L Austin seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1996. Teori tersebut menjadi terkenal dalam studi linguitik setelah Searle (1969), menerbitkaan buku berjudul Speech Act and Essay in the Philosophy of Language.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut tentang teori tindak tutur, terlebih dahulu kita harus memahami tentang jenis kalimat. Menurut tata bahasa tradisional, ada tiga jenis kalimat yaitu, kalimat deklaratif,  introgatif  dan imperatif.

Kesantunan berbahasa dalam bertindak tutur yang dilakukan oleh objek penelitian merupakan salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik, salah satu alasan penting dari fenomena yang diberikannya adalah bahwa kesantunan memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan. Misalanya kesantunan berbahasa yang dilakukan objek penelitian atau sumber penelitian tentu akan berbeda dari objek pneletian yang memang berkecimpung  dalam suatu bidang, sesuai dengan tindak tutur yang dilakukan objek penelitian yakni “Kelen di mana rumahnya dek? menunjukkan bahwa implikatur yang digunakannya sangat santun, berbeda dengan tindak tutur yang digunakan objek penelitian lain yang tidak menggunakan kesantunan dalam berbahasa.

Khusus untuk objek penelitiann tidak hanya sekali dilakukan penelitian mengenai kesantunan mereka dalam berbahasa. Pada penelitian sebelumnya juga objek penelitian sudah diuji implikatur percakapannya terutama dalam tindak tuturnya, hanya saja subjek atau agent  peneliti, cara penelitian dan konteks penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian yang sekarang.

 

 

 

BAB II

KAJIAN TEORI

A.           Tindak Tutur (Speech Act)

Austin (1962: 94-95) dan Searle (1969: 16) sama-sama menganggap tuturan adalah tindakan yadn disebut tindak tutur (speech act). Austin (1962: 109-120) membagi tindak tutur menjadi tiga, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Tindak lokusioner adalah tindak tutur dengan makna tuturan itu persis sama dengan makna kata-kata yang di dala kamus atau makna gramatikal. Tindak illokusioner adalah tindak tutur yang penutur menumpangkan maksud tertentu di dalam tuturan itu. TIndak perlokusioner adalah tindakan yang muncul akibat seseorang melakukan tindak tutur tertentu.

Searle (1976:1-24) mengelompokkan tindak tuturan menjadi lima jenis, yaitu (1) tindak tutur representarif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5) deklaratif. Tindak tutur representative adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya atas kebenaran yang dikatannya. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penutur agar petutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu. Tindak tutur direktif mencakupi tindak tutur menyuruh, memohon, menyarankan, menghimbau, dan menasihati. Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yagn dilakukan dengan maksud untuk menilai atau mengevaluasi hal yang disebutkan di dalam tuturannya itu. Memuji dan mengkritik tergolong tindak tutur ekspresif. Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan hal yang disebutkan di dalam tuturan itu. Berjanji atau bersumpah termasuk dalam tindak tutur komisif. Tindak tutur deklaratif adalah tindak tutur yang dilakukan denan maksud menciptakan keadaan yang baru. Membatalkan dan mengizinkan termasuk tindak tutur deklarasi. Topik penkajian analisis ini adalah analisis bentuk tindak tutur (speech act) berdasarkan konteksnya.

B.            Konteks

Konsep teori konteks dipelopori oleh antropolog Inggris Bronislow Malinowski. Dia berpendapat bahwa untuk memahami ujaran harus diperhatikan konteks situasi. Berdasarkan analisis konteks situasi dapat dipecahkan aspek-aspek bermakna bahasa sehingga aspek-aspek linguistic dan aspek nonlinguistic dapat dikorelasikan (Pateda, 1994).

Selanjutnya Pateda mengatakan pada intinya teori konteks adalah (1) makna tidak terdapat pada unsur-unsur lepas yang berwujud kata. Tetapi terpadu pada ujaran secara keseluruhan dan (2) makna tidak boleh ditafsirkan secara dualis (kata dan acuan) atau secara trialis (kata, acuan dan tafsiran) tetapi merupakan satu fungsi atau tugas dalam tutur yang dipengaruhi oleh situasi.

Stubbs (1993) mengemukakan bahwa unsur-unsur konteks itu adalah pembicara, pendengar, pesan, latar atau situasi, saluran dan kode. Namun Freedle (1982) mengatakan bahwa konteks yang langsung berhubungan dengan tuturan adalah setting, partisipan, bentuk bahasa, topik, dan fungsi tindak tutur.

Hymes (1964) mengemukakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan  komponen yang tersimpulkan dalam akronim SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut adalah:

S : Setting, yang merupakan tempat berbicara dan suasana bicara

P :   Participant, adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan

E :   End, merupakan tujuan petuturan

A : Act Sequeces, adalah bentuk ujaran atau suatu peristiwa di mana seseorang pembicara sedang mempergunakan kesempatan bicara

K :   Key, mengacu pada nada, cara dan ragam bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pendapatnya dan cara mengemukakan pendapatnya.

I :   Instrument, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti bahasa lisan, bahasa tulis, dan juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek, dan lain-lain

N : Norm, yaitu aturan dalam berinteraksi misalnya yang berhubungan dengan aturan memberi tahu, memerintah, bertanya, minta maaf, basa-basi, mengkritik, dan sejenisnya

G : Genre, yaitu jenis kegiatan

Beberapa aturan atau norma berbahasa yang berfungsi dalam suatu tindak tutur sering terdapat dalam peristiwa bahasa adalah: (a) tindak tutur memberitahu adalah memberitahu sesuatu kepada lawan tuturnya, (b) tindak tutur perintah atau imperative merupakan peristiwa atau kalimat yang meminta lawan tutur untuk melakukan tindakan sesuai dengan maksud penutur, (c) tindak tutur bertanya adalah dimana penutur ingin mendapatkan suatu informasi dari lawan tutur, (d) tindak tutur minta maaf merupakan permintaan penutur kepada lawan tutur untuk menyampaikan penyesalannya karena telah melakukan suatu kesalahan atau suatu kejadian yang dirasakan kurang sopan, (e) tindak tutur basa basi merupakan adat sopan santun atau tata krama pergaulan penutur kepada lawan tutur, (f) tindak tutur mengritik adalah penutur memberikan kecaman dan tanggapan atau pertimbangan, (g) tindak pernyataan merupakan hal tindakan mengatakan atau menyelaskan, permakluman, dan pemberitahuan, (h) tindak tutur penegasan merupakan penjelasan atau penentua atau menerangkan, (i) tindak tutur persetujuan merupakan persetujuan merupakan pernyataan setuju dan mufakat, cocok, sesuai, (j) tindak tutur pengulangan, balik lagi  dan kembali ke semula, kembali mengungkapkan apa yang sudah dikatakan, (h) tindak tutur permohonan merupakan meminta sesuatu dengan hormat terhadap mendapat sesuatu.

Disamping itu, Brown (1987) mengemukakan ciri-ciri konteks relevan : addresser (pembicara) addressee (pendengar) topic (topik) setting (waktu, tempat dan situasi) channel (bahasa lisan atau bahasa tulisan) code (pilihan kata) event (kejadian)

Werth (dalam yasin 1991) membagi konteks atas : konteks situasional (ekstra linguistik) dan konteks linguistik. Konteks situasional diperinci lagi menjadi konteks budaya dan konteks langsung. Pembagian itu digambarkan pada diagram berikut:

Konteks langsung terdiri atas lima unsur (1) setting, meliputi tempat, waktu dan situasi, (2) partisipan, ialah pihak-pihak yang terlibat, (3) saluran bentuk bahasa lisan atau tulisan, (4) topik pembicaraan, (5) fungsi bahasa.

 

 

 

 

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan pada bagian II di atas, maka peranan konteks dalam menganalisis wacana dapat diaplikasikan untuk menganalisis wacana berikut. Data (wacana)  ini penulis dapatkan dengan merekam pembicaraan yang terjadi di Zou Salon antara dua orang lelaki  yang bekerja sebagai karyawan sekaligus yang bertempat tinggal di salon itu. Hasil rekaman percakapan tersebut penulis transkripsikan kedalam bentuk tulisan. Jenis bahasa adalah ragam bahasa lisan walaupun ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan.

Topik : Kerimbat di Salon

A.                Temuan

Setting: Waktu percakapan sekitar pukul 15.30 WIB di Zou Salon batang Kuis Medan dengan dua orang karyawan salon yang kira-kira berusia 40-45 tahun. Disana juga terdapat seorang remaja berusia 13-15 tahun.  Kemungkinan besar anak perempuan tersebut adalah anak dari pemilik Zou Salon. Mahasiswa I sedang kerimbat dengan bapak II. Mahasiswa lainnya duduk di kursi.

Sore  itu bapak I sedang asik mengotak-atik handphonenya. Bapak ke II mengajari bapak I cara menggunakan aplikasi-aplikasi yang ada dalam handphone tersebut kepada bapak I seperti aplikasi line, wa, twitter dan facebook sambil melayani mahasiswa I.

Bapak  I : (Sambil menggaruk-garuk kepala menyapa bapak II) “ aplikasi apa ini?”

Bapak II : wa, line, email, twitter.

Bapak I : twitter gak pande aku.

Mahasiswa I : aku pande, nanti aku ajari.

Mahasiswa III : bang boleh pinjam ini buat duduk? Aku mau tengok aja, nanti aku mau bukak   salon.

Bapak I : boleh. Oo iya.

Mahasiswa III : Nanti kita samping-sampingan salonnya.

Bapak I : itu cari saingan namanya.

Bapak II : abang punya line, twitter, whatsApp, facebooklah

Mahasiswa II : Ig.....

Mahasiswa I : abang Hp baru ya ?

Mahasiswa III : iya kayaknya ni..

Bapak II : Ig ?

Mahasiswa I & II : instagram !

Bapak II : (tertawa terbahak-bahak) ig oo instagram aku pikir apalah ig ig.

Mahasiswa III : ini punya abang ya?

Bapak I : iya.

Mahasiswa II : sendiri?

Bapak I : enggaklah. Kelen di mana rumahnya dek ?

Mahasiswa I : dimana-mana hahahahaha.

Bapak I: di mananya?

Mahasiswa III: Saya di bilal. Yang itu (mahasiswa I) di tuasan, cowok itu (mahasiswa II) ngekos.

Bapak I : kalau kalian tinggal dimana dek?

Mahasiswa IV : Di belawan bang

Mahasiswa V : di gurilla

Mahasiswa VI : di sisimangaraja

Bapak II : Jauh rumah kalian ya

Mahasiswa IV : iya gitulah bang.

Mahasiswa III : itu siapa bang?

Bapak I : anak yang punya salon.

Mahasiswa I : disini bisa make up juga bang?

Bapak I : bisa. Make up apapun bisa.

Anak : Bang buka facebookku darimana? Inikan facebook Abang. Masuknya kayak mana?

Bapak I: itulah gapande abang. Nengok ajanya abang.

Semua Mahasiswa : (tertawa terbahak-bahak)

Bapak I: apa bedanya facebook Lite sama yang biasa? Bukannya sama aja ya?

Mahasiswa I: kalau yang Lite dia lebih cepat.

Bapak I : oo iyaya. Cuma gak banyak nampak apanya gitu ya kan?

Mahasiswa I : iya.

Bapak I: udah terasakan dinginnya kan?

Mahasiswa I: udah.

B.            Analisis

       Nababan (1987 :9) menjelaskan bahwa bahasa mempunyai bentuk-bentuk yang sesuai dengan konteks dan keadaan. Bentuk-bentuk yang berbeda itu kita sebut dengan variasi bahasa (language variety). Ada empat macam variasi bahasa tergantung pada faktor yang berhubungan atau sejalan dengan bahasa-bahasa itu, yaitu faktor geografis, faktor kemasyarakatan, faktor situasi berbahasa ini mencakup pemeraan utama dan faktor waktu.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap objek peneliti yaitu bapak 1 dan bapak 2 yang merupakan pekerja pada salon yang memiliki sifat seperti banci, kempat faktor ini dapat dikaitkan dalam implikatur percakapan yang dilakukannya. Misalnya, pada faktor geografis bahasa yang dipakaii sebagai bahasa tuturan mengguakan bahasa Indonesia yang baik dan santun hanya saja intonasi yang digunakan berbeda dengan tuturan orang pada umumnya. Khusus pada objek peneliti ini intonasi yang digunakan objek penelitian sedikit mendayu-dayu atau bahasanya lembut. Faktor kemasyarakatan, pada penelitian ini penggunaan tindak tutur yang ada pada objek peneliti ini digunakannya pada semua kalangan tidak hanya pada kalangan sesama banci tetapi pada masyarakat lain juga. Tetapi cara menyampaikan tindak tuturnya itu akan berbeda pada saat seorang banci bertutur kepada sesamanyaa. Faktor situasi berbahasa ini mencakup peran serta yaitu objek peneliti (banci) dan subjek penelitian (kami yang peneliti), tempat berbahasa yang dilakukannya kebanyakan di salon karena pada dasarnya objek peneliti memang bekerja disalon tersebut, topik yang dibicarakan pada saat penelitian adalah objek tidak mengetahui cara menggunakan sosmed terutama pada twitter dan facebook, jalur berbahasa yang digunakan saaat penelitian tindak tutur ini adalah secara lisan karena penlitian dilakukan langsung kepada objek yaitu pekerja salon atau bancinya. Faktor waktu, bahasa yang dipakai oleh penutur atau objek tetap pada kaidahnya yaitu bahasa Indonesia. Penutur tidak menggunakan bahsa zaman yang memang lagi populer pada masa kini seperti bahasa yang alay atau tidak sesuai dengan kaidah pada umumnya. Penutur  yang diambil datanya dalam kesantunan berbahasa ini sangat baik dan dapat diterima oleh peneliti.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

A.           Simpulan

Konteks sangat penting dalam memahami dan menafsirkan wacana lisan. Konteks sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja ketika orang berusaha memperoleh makna yang sesungguhnya dari informasi yang didengar atau dibacanya. Menentukan konteks dalam pemahaman wacana tentu saja dengan memberikan penafsiran terhadap SPEAKING (setting, participant, end, act sequences, key, instrument, norm, and genre)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Gafari, F. Oky. 2016. PRAGMATIK.  Medan: Padang Bulan

Rahardi, Kunjana. 2005. PRAGMATIK Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: ERLANGGA

 

 

CRITICAL BOOK REPORT (CBR) PRAGMATIK

 

BAB I

IDENTITAS BUKU

 

A.    Identitas Buku Pertama

Judul                           : Pragmatik

Pengarang                   : Dr.M.Oky F Gafari,S.Sos.M. Hum

Penerbit                       :Padang Bulan

Halaman                      : 180 halaman

Cetakan                       :  Pertama

Tahun Terbit               : 2016

 

Kota Terbit                  :   Medan

 

B.     Identitas Buku Kedua

Judul Buku                  :  Pengajaran Pragmatik

Penulis                         : Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan

Penerbit                       : Angkasa

Kota Terbit                  :  Bandung

Tahun Terbit               : 1986

Edisi                            : Terakhir

Halaman                      : 256 halaman

 

 

 

 

 

BAB II

 

RINGKASAN ISI BUKU

BUKU I :

BAB I : HAKIKAT BAHASA

A.    Definisi Berbahasa

Bahasa merupakan saran ayang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Secara teknis, bahasa adalah seperangkat ujaran yang bermakna yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Secara praktis dapat kita ketahui bahwa bahasa mempunyai dua aspek, yaitu aspek sistem (lambang) bunyi dan aspek makna.

1.      Bahasa sebagai Alat Komunikasi

Sebagai alat komunikasi, bahasa digunakan oleh anggota masyarakat penuturnya untuk menjalin hubungan dengan anggota masyarakat yang lain yang mempunyai kesamaan bahasa. Bahasa sebagi alat komunikasi juga dapat dipergunakan untuk ebrtukar pendapat, berdiskusi atau membahas suatu persoalan yang dihadapi. Bahasa sebagai alat komunikasi juga dapat dipergunakan untuk bertukar pendapat, berdiskusi atau membahas beberapa persoalan yang dihadapi.

2.      Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri

Sebagai alat ekspresi diri, bahasa merupakan sarana untuk mengekspresikan atau mengungkapkan segala sesuatu yang mengendap di dalam dunia batin seseorang, baik berupa gagasan, pikiran, perasaan, maupun pengalaman yang dimilikinya. Dalam hal ini, sebagai alat ekspresi diri, bahasa seringkali juga digunakan untuk menyatakan keberadaan atau eksistensi seseorang kepada orang lain. Bahasa sebagai alat ekspresi diri pada dasarnya telah dimiliki oleh seseorang sejak ia masih berstatus sebagai bayi

3.      Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial

Sebagai alat integrasi, bahasa memungkinkan setiap penuturnya merasa diri terikat dengan kelompok sosial atau masyarakat yang menggunakan bahasa yang sama. Sementara itu, sebagai alat adaptasi sosial, bahasa memungkinkan seseorang menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan anggota masyarakat lain yang menggunakan bahasa yang sama. Sebagai alat adaptasi sosial, bahasa memungkinkan seseorang menyesuaikan diri dalam atau beradaptasi dengan anggota masyarakat lain yang menggunakan bahasa yang sama.

4.      Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial

Sebagai alat kontrol sosial, bahasa dapat digunakan untuk mengatur berbagai aktivitas sosial, merencanakan berbagai kegiatan dan mengarahkannya ke dalam suatu tujuan yang di inginkan. Dengan kata lain, bahasa dimanfaatkan untuk mengontrol segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Sebagai alat control sosial, bahasa dapat dimanfaatkan untuk mengontrol segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia.

 

B.     Keadaan Kebahasaan di Indonesia

Bahasa daerah, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merupakan bahasa ibu atau bahasa yang pertama kali dikuasai  sejak manusia mulai mengenal bahasa  atau mulai dapat berbicara. Di Indonesia paling tidak terdapat tiga jenis bahasa yang sama-sama digunakan oleh masyarakat meskipun situasi pemakaian dan jumlah penuturnya berbeda-beda. Ketiga jenis bahasa itu adalah bahasa daerah, bahasa nasional dan bahasa asing.

Secara resmi keberadaan bahasa daerah di Indonesia diakui oleh negara. Bahasa daerah mempunyai peran yang cukup penting dalam menunjang kepentingan nasional. Hal itu mengingat bahwa selain dapat dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan bahasa nasional terutama dalam memperkaya khazanah kosa katanya.

Dalam khazanah kebahasaan di Indonesia, keberadaan bahasa asing sudah barang tentu dapat menimbulkan permasalahan sendiri, misalnya terjadi pengaruh antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.

Sebagai masalah nasional, permasalahan bahasa di Indonesia mempunyai hubungan timbal balik anatar yang satu dengan yang lain. Karena itu, penanganannya pun perlu dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Perlunya kebijakan nasional dalam menangani masalah kebahasaan sebenarnya telah lama dicita-citakan. Hal itu terbukti dalam Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1975, masalah kebijakan bahasa nasional sudah hangat dibicarakan.

 

BAB II

PRAGMATIK : KONSEP DASAR MEMAHAMI TUTURAN

A.    Sejarah Perkembangan Pragmatik

Istilah pragmatik diperkenalkan oleh seorang filosof yang bernama Charless Morris tahun 1938. Ketika ia membicarakan bentuk umum ilmu tanda (semiotic). Ia menjelaskan dalam (Levinson, 1983:1) bahwa semiotik memiliki tiga bidang kajian, yaitu sintaksis (syintax), semantik (semantics), dan pragmatik (pagmatics). Sintaksis merupakan kajian lingustik yang mengkaji hubungan formal antar tanda. Semantik adalah kajian linguistik tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda tersebut.

Pragmatik mengalami dua perkembangan makna yang berbeda. Di satu sisi pragmatik dengan konsep sebagaimana yang dimaksudkan oleh Morris di atas tetap dipertahankan. Di sisi lain, seorang Filosof sekaligus ahli logika yang bernama Carnap mengatakan bahwa apabila di dalam suatu penelitian terdapat rujukan yang konkret terhadap pembicara atau dalam istilah yang lebih umum, terhadap pengguna bahasa, maka dia menetapkan bahwa penelitian tersebut berada dalam bidang kajian pragmatik. Kemudian dalam perkembangan berikutnya, oleh Levinson (1983) pengertian tersebut dianggap terlalu sempit dan pengertian tersebut dimodifikasi menjadi kajian bahasa yang bereferensi atau berhubungan dengan faktor dan aspek-aspek kontekstual.

Di Indonesia istilah pragmatik secara nyata baru disebut-sebut pada tahun 1984, yaitu pada saat diberlakukannya Kurikulum SMA Tahun 1984. Di dalam kurikulum itu pragmatik merupakan salah satu pokok bahasan bidang studi Bahasa Indonesia. Atas dasar tuntutan kurikulum itulah, istilah itu mulai dibicarakan dan dibahas.

1.      Definisi Istilah Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki oleh penutur (Cahyana, 1995:213). Levinson (dalam Suyana, 1990:1) memberikan beberapa batasan tentang pragmatic, antara lain pragmatik ialah kajian dari hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa, pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu.

Berdasarkan batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa telaah pragmatik akan memperhatikan faktor-faktor yang mewadahi pemakaian bahasa dalam kehidupan sehari-hari.

Kridalaksana (1993:177) menyatakan bahwa pragmatik adalah ilmu yang menyelidiki pertuturan, konteks, dan maknanya. Selain itu, Tarigan (1986:25) menyatakan bahwa pragmatic adalah suatu telaah makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran.

Dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna tuturan penutur pada situasi ujar tertentu.

2.      Hubungan Pragmatik Dengan Linguistik

Seperti diungkapkan Gunarwan (2004: 22), terdapat keterkaitan, yaitu bahwa pengetahuan pragmatik, dalam arti praktis, patut diketahui oleh pengajar untuk membekali pemelajar dengan pengetahuan tentang penggunaan bahasa menurut situasi tertentu.Secara umum, dapat disimpulkan bahwa kaitan antara pragmatik dan pengajaran bahasa adalah dalam hal kompetensi komunikatif yang mencakup tiga macam kompetensi lain selain kompetensi gramatikal (grammatical competence), yaitu kompetensi sosiolinguistik (sociolinguistic competence) yang berkaitan dengan pengetahuan sosial budaya bahasa tertentu, kompetensi wacana (discourse competence) yang berkaitan dengan kemampuan untuk menuangkan gagasan secara baik, dan kompetensi strategik (strategic competence) yang berkaitan dengan kemampuan pengungkapan gagasan melalui beragam gaya yang berlaku khusus dalam setiap bahasa.

3.      Hubungan Pragmatik Dengan Semantik

Pragmatik dan semantik adalah dua bidang yang berbeda namun saling melengkapi (komplementer) dan saling berhubungan. Pemahaman makna dari dua verba to mean di atas termasuk bidang semantik, sedangkan penggunaan makna pada kedua contoh tersebut termasuk bidang pragmatik.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa semantik dan pragmatik keduanya menelaah makna. Meskipun demikian telaah makna yang ada pada ranah semantik berbeda dengan telaah makna yang ada pada ranah pragmatik. Semantik menelaah makna-makna satuan lingual, dan mempelajari makna secara internal atau makna yang bebas konteks (context independent), sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal yaitu makna yang terikat konteks (context dependent)  (Wijana, 1996:2).   

            Dari analisis semantik dan pragmatik ini, terdapat bahwa hubungan semantik dan pragmatik ialah saling melengkapi, karena dalam komunikasi sehari-hari, pembahasan makna secara semantik belum cukup untuk memahami maksud penutur yang sebenarnya, jadi diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai makna secara pragmatik. Sebaliknya, pragmatik mengkaji makna yang terkait dengan konteks dengan berdasarkan makna yang dikaji oleh semantik, yaitu linguistik meaning.

 

BAB  III : RUANG LINGKUP PRAGMATIK

A.    Ruang Lingkup Pragmatik

Pragmatik mengacu pada kajian penggunaan bahasa yang berdasarkan pada konteks. Bidang kajian yang berkenaan dengan penggunaan bahasa pada konteks disebut bidang kajian pragmatic adalah deiksis (dexis), praanggapan (presupposition), tindak tutur (speech act) dan implikatur percakapan (conversational inplicature). Masing bidang kajian di atas dibahas secara singkat di bawah ini :

a. Deiksis

Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan. Deiksis  dibagi menjadi 4 kategori yaitu : deiksis orang, deiksis waktu, deiksis tempat, deiksis wacana.

b. Praanggapan (Presupposition)

Praanggapan adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta percakapan (Brown dan yule, 1996). Asumsi tersebut ditentukan batas-batasannya berdasarkan anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan akan diterima oleh lawan bicara tanpa tantangan.

c. Tindak Tutur (Speech Act)

Tindak tutur merupakan bagian dari kajian pragmatik. Leech (1993) menyatakan bahwa pragmatic mempelajari maksud ujarran, menanyakan apa yang seseorrang maksudkan dengan suatu tindak tutur dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dimana dan bagaimana.

 

d. Implikatur Percakapan

Menurut Levinson (melalui Nadar, 2009: 61), menyebutkan implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik. Salah satu alasan penting yang diberikannya adalah bahwa implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan.

e. komponen tutur

Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

Dell Hymes, seorang pakar sosiolinguistik terkenal menyatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf-huruf pertamannya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING (setting and scene, participants, ends: purpose and goal, act sequences, key: tone or spirit of act, instrumentalities, norms of interaction and interpretation, dan genres).Kedelapan komponen itu adalah S (setting and Scene), P (participants), E (ends: purpose and goal), A (Act sequences), K (key: tone or spirit of act), I (instrumentalities), N (norms of interaction and interpretation), G (genres).

f. variasi bahasa

Ada empat macam variasi bahasa tergantung pada faktor yang berhubungan atau sejalan dengan bahasa – bahasa itu. Kategori faktor – faktor itu adalah : faktor geografis, faktor kemasyarakatan, faktor situasi berbahasa, dan faktor waktu.

 

BAB IV : DEIKSIS

A.    Pengertian  Deiksis

Deiksis merupakan suatu gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang acuannya dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi pembicaraan dan menunjuk pada sesuatu di luar bahasa seperti kata tunjuk, pronomina, dan sebagainya.yang menjadi pusat orientasi deiksis adalah penutur.

 

 

 

1.      Jenis Deiksis

Deiksis ada 5 macam, yaitu : deiksis persona, deiksis penunjuk, deiksis tempat, deiksis waktu, dan deiksis wacana.

2.      Bentuk Deiksis

Ø  Deiksis morfem, yakni deiksis yang tidaak berbentuk kata sebagai morfem bebas, melainkan berbentuk morfem terikat seperti awalan dan akhiran. Misalnya: ku- (diikuti verba), -ku, -mu, -nya.

Ø  Deiksis kata, yakni deiksis yang hanya terdiri dari satu suku kata, seperti: ini, sana, aku, begitu, ia, sekarang, kelak, Tuan, hamba.

Ø  Deiksis frase, yakni deiksis yang tediri dari dua kata atau lebih, misalnya: di sini, esok pagi, tuan hamba, paduka tuan, dan sebagainya.

 

BAB V : IMPLIKATUR

A. Definisi Implikatur

Impilkatur  berasal dari bahasa Latin implicare yang berarti melipat. secara sederhana iplikatur diartikan sebagai makna tambahan yang disampaikan oleh penutur yang terkadang tidak terdapat dalam tuturan itu sendiri. secara garis besar terdapat dua jenis implikatur. yang pertama implikatur konvensional, menjelaskan pada apa yang diutarakan. yang kedua implikatur percakapan, menekankan maksud lain dari apa yang diucapkan.

B. Prinsip Kerja Sama

1. Maksim kuantitas

Ø  Jadikan kontribusi anda seinformatif mungkin sebagaimana yang diperlukan.

Ø  Jangan membuat kontribusi lebih informatif dari yang diperlukan.

Ø  Penataan maksim kuantitas dalam sebuah interaksi berfungsi untuk (1) menyampaikan informasi yang jelas, (2) meminta bantuan, (3) menghindari kesalahpahaman.

2. Maksim kualitas

Ø  Jangan katakan apa yang dianggap sebagai pernyataan yang salah.

Ø  Jangan katakan jika buntinya kurang memadai.

3. Maksim relevansi

Ø  Buatlah agar pernyataan itu relevan

Fungsi maksim relevansi secara umum adalah untuk membuat setiap tuturan yang disampaikan memberi informasi yang relevan dengan tuturan yang direspon dan situasi ujarnya. sedangkan secara khusus untuk (1) mengusut kebenaran informasi, (2) mencari informasi, dan (3) memberikan informasi yang benar.

 

4.        Maksim cara

Dalam realisasinya, peserta tutur dalam sebuah interaksi menaati maksim dengan cara sebagai berikut : (1) hindari pernyataan yang kurang kabur, (2) hindari ketaksaan, (3) buatlah ujaran sesingkat mungkin, (4) buatlah ujaran secara berurutan.

 

Fungsi maksim cara secara umum adalah untuk menyampaikan informasi secara jelas, tidak ambigu, singkat dan teratur dalam rangka menunjang tercapainya tujuan interaksi yang sedang diikuti. Secara khusus maksim cara berfungsi untuk (1) menyampaikan informasi yang singkat dan jelas, dan (2) menghindari kesalahpahaman.

 

BAB VI :  PRAANGGAPAN

A.    Definisi Paraanggapan

Praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang kawan bicara atau hal yang dibicarakan. Praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.

 

B.      Jenis Praanggapan

Gorge Yule mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu : (1) Praanggapan Eksistensi, (2) Praanggapan Faktif, (3) Praanggapan Leksikal, (4) Praanggapan Non-faktif, (4) Praanggapan Struktural, (6) Praanggapan Konterfaktual.

 

BAB VII : PERISTIWA TUTUR DAN TINDAK TUTUR

A.    Peristiwa Tutur

Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Terjadinya peristiwa tutur itu harus memenuhi apa yang dikatakan oleh Delhaems, yaitu : (1) Setting and Scene, (2) Participants, (3) Ends=purpose ang goal, (4) Act Sequences, (5) Keys=tone or spirit of act, (6) Instrumentalities, (7) Norms, (8) Genres.

B.     Tindak Tutur

Tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Terlebih dahulu kita harus memahami tentang jenis kalimat. Menurut tata bahasa tradisional, ada tiga jenis kalimat, yaitu kalimat deklaratif, kalimat interogratif, dan kaliamt impratif.

Austin membedakan kalimat deklaratif berdasarkan maknanya menjadi kalimat konstatif dan kalimat performatif. Tindak tutur yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin, dirumuskan sebagai tiga peristiwa tinadakan yang berlagsungsekaligus, yaitu: tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Fenomena lain dalam kajian pragmatik adalah deiksis, presuposisi, dan implikatur percakapan.

 

BAB VIII : KESANTUNAN BERBAHASA

A.    Teori wajah oleh Goffman, Brown, dan Levinson

Konsep wajah ini berakar dari konsep tradisional di Cina, yang dikembangkan oleh Konfusius terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan (Aziz, 2008). Pada wajah melekat atribut sosial yang merupakan harga diri, sebuah penghargaan yang diberikan oleh masyarakat, atau dimiliki secara indvidu. Oleh karena itu, si pemilik wajah itu haruslah berhati-hati dalam berperilaku, termasuk dalam berbahasa. Teori wajah terbagi tiga, yaitu: wajah positif, wajah negatif, dan pengancaman wajah.

BAB IX  : METODE PENELITIAN PRAGMATIK

A.    Konsep Dasar Penelitian Pragmatik

Belajar pragmatik pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Suatu penelitian dilaksanakan untuk memperoleh hasil yang ingin dicapai dengan metode-metode ilmiah secara objektif dan bukan subjektif.

B.     Rancangan Penelitian Pragmatik Terkait Realisasi Tindak Tutur Permintaan

Ada tiga macam metode menurut tahapannya, yaitu: (1) metode pengumpulan data, (2) metode analisis data, (3) metode penyajian hasil analisis data. Langkah-langkah melakukan peneliitannya, sebagai berikut : (1) apa yang menjadi tujuan penelitian? (2) bagaimana cara mengumpulkan datanya? (3) bagaimana prosedur pelaksanaan penelitiannya?

 

RINGKASAN BUKU II

BAB I : HAKIKAT DAN FUNGSI BAHASA

A. Pengantar

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal-hal penting yang berkaitan dengan hakikat bahasa dan fungsi bahasa. Bahasa mempunyai ciri-ciri utama yang merupakan hakikat bahasa.

 

B.  Hakikat Bahasa

Berbicara mengenai hakikat bahasa, Prof. Arderson mengemukakan adanya delapan prinsip dasar, yaitu:

Ø  Bahasa adalah system

Ø  Bahasa adalah vocal (bunyi ujaran)

Ø  Bahasa tersususn dari lambing-lambang mana suka

Ø  Setiap bahasa bersifat unik; bersifata khas

Ø  Bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan

Ø  Bahasa adalah alat komunikasi

Ø  Bahasa berhubungan erat dengan budaya tempatnya berada

Ø  Bahasa itu brubah-ubah (Arderson;1972:35-36)

 

C. Fungsi Bahasa

Bahasa sebagai sarana vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda  utama kita umat manusia dengan makhluk lainnya di dunia ini. Bahasa mempunyai fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama adalah fungsi komunikatif. Berbicara mengenai fungsi bahsa maka Haliday mau tak mau harus singgung karyanya yang judulnya “Explorations in the Functions of Language” (1973). Dalam buku tersebut Halliday menemukan beberapa fungsi bahsa, seperti, yaitu:

Ø  Fungsi Instrumental

Ø  Funsi Regulasi

Ø  Fungsi Representasional

Ø  Fungsiinteraksional

Ø  Fungsi Personal

Ø  Fungsi Heuristic

Ø  Fungsi Imajinatif

            Menurut Stephen C. Levinson dari Universitas Cambridge mengemukakan pendapat Jakobson (1960) yang menyarankan bahwa funsi- fungsi ujaran dapat difokuskan pada salah satu dari 6 komponen dasar peristiwa komunikasi sebagai berikut:

Ø  Fungsi Refensial

Ø  Fungsi Emotif

Ø  Fungsi Konatif

Ø  Fungsi Metalinguistik

Ø  Fungsi Fatik

Ø  Fungsi Puitik

 

 

 

 

 

BAB II: TATA BAHASA DAN PRAGMATIK

 

A.     Pengantar

Beberapa pakar pernah mengatakan bahwa”dalam telasah bahasa, seperti juga halnya dalam telaah peristwa lainnya, tidak ada istilah atau terminology yang  netral; setipa teknis merupkan pengekpresian asumsi-asumsi ataun perkiraan-perkiraan teoritis dari para pemakaianya.

 

B.      Semantik dalam Arti Luas

Dalam penegrtian yang luas, semantic dapat dibagi atas tiga pokok bahasan, yaitu:

-          Sintaksis

-          Semantik

-          Pragmatik

            Pembagaina diatas mula-mula sekali dibuat oleh Charles Morris dan kemudian oleh Rudolf Carnap. Sesuai dengan formulasi Morris (1938) maka terdapatlah pembedaan sebagai berikut:

Ø  Sintaksis menelaah hubungan-hubungan formal antara tanda-tanda satu sama lain

Ø  Semantik menelaah hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut

Ø  Pragmatic menelaah hubungan –hubungan tanda-tanda dengan para penafsir atau interpretator.

           Selanjutnya R.C Stalnaker membuat perumusan yang lebih sederhana yaitu sebagai berikut: sintaksis menelaah kalimat-kalimat; semantic menelaah proposisi –proposisi ; sedangkan pragmatik adalah telaah mengenai tindak-tindak linguistic beserta konteks-konteks tempat tampil.

 

C.     Semantik Dalam Arti Sempit

           Dalam pengertian yang lebih sempit, bidang semantic kerapkali dibagi pula menjadi dua pokok bahasan. Yaitu:

a.       Teori referensi (denotasi, ekstensi)

b.      Teori makna (konotasi, intensi)

     Semantic adalah telaah makna. Semantic menelaah lambing-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat.oleh karena itu, semantikmencakup makna-makna kata perkemabangannya dan perubahannya.

 

D.     Makna

Sehubunagn dengan arti kata makna ini, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia terdapat keterangan sebagai berikut:

“makna: arti atau maksud (sesuatu kata); misalnya mengetahui lafal dan maknanya; bermakna:berarti; mengandung arti yang penting (dalam );

Dalam buku “The Meaning of Meaning”, Ogden dan Richards memperbincangkan meaning atau makna dengan panjang lebar. Mereka telah membuat suatu daftar yang representif mengenai batasan –batasan kata makna itu.

Makana adalah:

Ø  Suatu sifat intrinsic

Ø  Suatu hubungan khas yang tidak teranalisis dengan hal-hal atau benda-benda lain

Ø  Kata-kata lain yang dihubungkan denga sebuah kata dalam kamus

Ø  Konotasi sebuah kata

Ø  Suatu esensi, inti sari, pokok

Ø  Suatu kegiatan yang diproyeksika ke dalam suatu objek

Ø  Suatu peristiwa yang diharapkan,suatu kemauaan

Ø  Tempat atau wadah sesuatu dalam suatu system

Ø  Emosi yang ditimbulkan oleh sesuatu

Ø  Wadah tempat pemakai sesuatu lambang harus mengacukan diri

Makana itu beraneka ragam. Agar kita dapat memperoleh gambaran umum mengenai ragam-ragam makna ini maka ada baiknya kita terlebih dahulu menelitipendapat bebrapa pakar mengenai hal itu.

Charles Fries membagi makana menjadimdua bagian, yaitu:

Ø  Makna Linguistic

Ø  Makna Social (Cultural)

Selanjutnya beliau membagi pula makna linguistic atas dua bagian, yaitu:

Ø  Makna Leksikal

Ø  Makna Structural

 

 

E.      Aneka  Postulat Mengenai Tata Bahasa

           Berbicara mengenai hubungan tata bahasa  dengan pragmatic pada prinsipnya berbicara mengenai persamaan dan perbedaan keduanya. Pada dasarnya tata bahasa (yang merupakan system bahasa yang formal lagi abstrak) dan pragmatic (yang merupakan prinsip-prinsip penggunaan bahasa ).

           Menurut Geofrey N. Leech (1983:5) telah mengemukakan beberapa postulat atau patokan mengenai tata bahasa dan pragmatic sebagai berikut:

1.      Representasi semantic (atau bentuk logis) sesuatu kalimat berbeda dari interpretasi pragmatiknya.

2.      Semantic bersifat tunduk pada kaidah (=gramatis), sedangkan pragmatic bersifat diatur oleh prinsip (=retoris)

3.      Kaidah-kaidah tata bahasa pada dasarnya bersifat  konvensional; sedangkan prinsip-prinsip pragmatic umum pada dasarnya bersifat non-konvensional yaitu dimotivasi oleh tujuan percakapan.

4.      Pragmatic umum menghubungkan pengertian (atau makna gramatis) sesuatu ucapan dengan kekuatan pragmatik (ilokusinya). Hubungan ini relative dapat langsung atau tidak langsung.

5.      Persesuaian-persesuaian gramatik dibatasi dengan pemetaan;nsedangkan pensesuaian-pensesuaian pragmatic dibatasi dengan aneka masalah beserta pemecahannya.

6.      Penjelasan-penjelasan pragmatic pada dasarnya bersifat forma;sedangkan penjelasan-penjelasan [ppragmatik terutama sekali bersifat fungsional

7.      Tata bahasa bersifat  ideasional ;pragmatic  bersifat interpersonal dan tekstur

8.      Pada umumnya, tata bahasa dapat diberikan dengan baantuan kategori-kategori tersendiri dan tertentu ; pragmatic dapat diberikan dengan bantuan-bantuan nial-nilai yang berkesinambungan dan tidak tertentu.

 

F.     Semantik Dan Pragmatic

                 Pada dasarnya, masalah pembeda antara language dan speech, antara langue dan parole, antara bahasa dan ujaran , berpusat pada perdebatan mengenai batas anatara keduanya sangat besar.secara tradisional semantic memperlakukan makna sebagai hubungan dua arah sedangkan pragmatic memperlakukan makna sebagai suatu hubungan tiga arah. Demikianlah, makana pragmatic berhubungan dengan pembicara (pemakai bahasa), sedangkan makna dalam semantic benar-benar dibatasi sebagai suatu sifat ekspresi dalam bahasa tertentu, dalam pemeindahan atau pemisahan dari situasi, pembicara, atau penyimak tertentu.

 

 

G.     Pragmatik Umum

                 Pragmatic umum dapat dibagi atas: pragmalinguistik dan sosiopragmatik. Pragmalinguistik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi untuk penggunaan komunikatif bahasa. Pragmalinguistik dapat diterapkan pada telaah pragmatic yang tujuannnya lebih mengarah kepada tujuan linguistic. Sedangkan sosiopragmatik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi setempat atau kondisi-kondisi lokalyang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa. Pragmatic umum lebih lanjut dapat dibatasi pada telaah komunikasi linguistic dengan bantuan prinsip-prinsip konverssional atau yang bersifat percakapan.

 

 

BAB III : PRAGMATIK DAN TINDAK UJAR

 

A.     Pengantar

                 Pragmatic eratsekali hubungnnya dengan tidak tutur atau tidak ujar. Pembicaraan yang kita bahas adalh :batasan serta pengertian pragmatic ; aneka aspek situasi ujaran yang mencakup hubungan pembicara dan penyimak, konteks ujara, tujuan ujaran, tindak ilokusi ucapan/ujaran, tujuan ujaran dan lain –lain.

 

B.  Batasan Pragmatik

1. Pragmatic menelaah ucapan –ucapan khusus dalam dalam situasi-situasi khusus dan

    terutama sekali memusatkankan perhatian kepada aneka ragam cara yang merupakan

   wdah aneka konteks  social  performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau

   interpretasi.

 

2. Pragmatic menelaah kseluruhan perilakuk insan, terutama sekali dalam hubungannya dengan tanda dan lambnag –lambang,dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, Stephen C.  telah mengumouljan sejumlah batasan pragmatik yang bersal dari berbagai suber dan pkar, yang dapat kita rangkum seperti berikut ini:

1. Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan  tanda-tanda dengan para penafsir

   (Morris 1938:6).

2. Pragmatic adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang

    tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur sesuatu bahasa.

3. Pragmatic adalah telaah mengenai segala aspek makna yang mencakup dalam teori

    semantic, atau debgan perkataan lain ;memperbincangkan secara tuntas oleh referensi

    langsung dengan kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan.

4. Pragmatic adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang

    merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman mengenai bahasa.

                 Dalam menelaah tindak ujar ini kita harus menyadari benar-benar betapa pentingnya konteks ucapan atau ungkapan. Teori tindak ujar bertujuan mengutarakan kepada kita, nbila kita mengemukakan pertanyaan padahal yang dimaksud adalah menyuruh, atau bila kita mengatakan sesuatu hal dengan intonasi khusus  padahal yang dimaksud justru sebaliknya.

 

C.  Aneka Aspek Situasi Ujaran

          Kegunaan nyata dari pengetahuan mengenai aspek-aspek ujaran ialah memudahkan kita untukl menentukan dengan jelas hal-hal yang merupakan bidang garapan pragmatyik dan hal-hal yang merupakan bidang  ranah telaah semantic, selama kita menganut paham bahwa pragmatic menelaah makna dalam kaitannta dengan situasi ujaran maka acuan terhadap satu atau lebih aspek-aspek berikut ini akan merupakan suatu criteria:

1.      Pembicara/penulis dan penyimak /pembaca

Dalam setiap situasi ujaran harus ada pihak pembicara atau penulis dan pihak penyimak atau pembaca.

2.      Konteks ujaran

Kata konteks dapat diartikan dengan berbagai cara, misalnya kita memasukkan aspek-aspek yang sesuai dan relevan mengenai latar fisik dan social sesuatu ucapan.

3.      Tujuan ujaran

Setiap situasi ujaran atau ucapan tentu mengandung makna dan tujuan tertentu pula

4.      Tindak ilokusi

Dalam pragmatic menggarap bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret dibanding tata bahasa. Singkatnya, ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan;suatu tindak tutur.

5.      Ucapan sebagai produk tindak verbal

Kata ucapan yang dapat dipakai dalam pragmatic, yaitu mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri. Pragmatic adalah telaah makna dalam hubungannya dengan situasi ujaran.

 

D. Jenis Tindak Ujar

Seorang pakar telah membagi tindak ujar menjadi  3 yaitu;

1.      Tindak lokusi

2.      Tindak ilokusi

3.      Tindak perlokusi (Austin 1962)

 

Secara singkat dapat dikatakan bahwa:

1.      Tindak lokusi adalah melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu

2.      Tindak ilokusi adalah melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu

3.      Tindak perlokusi adalah melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu.

           Teori tindak ujar memusatkan perhatiannya pada cara penggunaan bahasa mengkomunikasikan maksud dan tujuan sang pembicara dan juga dengan maksud dan tujuan sang pembicara dan juga dengan maksud penggunaan bahasa yang dilaksanakannya. Pemerian yang komprehensif dan eksplisit mengenai pelaksanaannya tindak ujar ini akan mempunyai nilai yang sangat penting bagi pengajar dan pelajar, bagi guru dan siswa di dalam interaksi belajar mengajar.

BAB 4

UNGKAPAN KEBIJAKSANAAN

  1.  Pengantar

Dalam bab ini akan diperbincangkan secara khusus Maksim kebijaksanaan atau ungkapan Kebijaksanaan. Sebagai bahan penunjang maka akan dibicarakan terlebih dahulu klasifikasi tindak ilokusi berdasarkan fungsi dan juga berdasarkan kriteria yang beraneka ragam. Menyusul pembicaraan mengenai representasi semantik dari dekleratif interogatif dan imperatif.

 

 

 

 

 

  1. Klasifikasi Tindak Ilokusi

Tindak ilokusi mempunyai beraneka ragam fungsi dalam praktek kehidupan sehari-hari. Berdasarkan bagaimana hubungannya dengan tujuan sosial dalam menentukan dan memelihara serta mempertahankan rasa dan sikap hormat, maka fungsi-fungsi Ilokusi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Kompetitif

b. Konvivial

c. Kolaboratif

d. Konfliktif

Kalau kita teliti benar-benar maka dari keempat fungsi di atas hanya kedua jenis yang pertama saja yang sungguh-sungguh terlibat dengan kesopansantunan. Pembagian di atas berdasarkan pada fungsi. Seorang pakar kawakan dalam bidang ini, J.R. Searle (1979), telah mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan berbagai kriteria, seperti: (1) asertif , (2) direktif, (3) komisif, (4) ekspresif, dan (5) deklaratif.

  1.  Kebijaksanaan dan Kesopansantunan

Kebijaksanaan adalah salah satu jenis atau aspek Kesopansantunan. Kalau demikian halnya maka ada baiknya kalau kita menghubungkan aneka tindak ilokusi secara lebih tepat dengan aneka jenis Kesopansantunan yang serasi. dasar kebenaran bagi ungkapan-ungkapan itu secara tepat menerangkan aneka asimetris yang seperti itu, dan konsekuensinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan kategori tindak ilokusi yang dibuat oleh Searle (1979) maka yang mencangkup oleh ungkapan Kebijaksanaan adalah direktif (atau impositif) dan komisif, yang dalam konteks proposional X mengacu kepada beberapa tindakan atau aksi yang dilakukan oleh masing-masing pembicara dan pendengar.

  1.  Paradoks Santun Pragmatik

Orang dapat memperdebatkan bahwa dalam lingkaran Kesopansantunan yang ideal, penentuan kedua partisipan dalam wacana haruslah sama hormatnya satu sama lain akan menimbulkan suatu kemunduran yang tiada terhingga dalam logika perilaku percakapan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari contoh  bahwa pembicara mungkin saja melanggar ungkapan kualitas, yaitu bahwa implikator yang paling langsung yang berupa pembicara mau/ingin membawakan tas penyimak mungkin saja salah.

  1. Representasi Semantik Deklaratif Interogatif dan Imperatif

            Istilah-istilah deklaratif, interogatif, dan imperative secara khusus dipakai bagi kategori-kategori sintaksis sebagai tipe dasar kalimat. Secara konvensional ketiganya dibedakan dari kategori-kategori berhubungan dengan semantik atau tindak ujar, yang masung-masing mengacu pada istilah-istilah assertion , question, dan command.

  1. Interpretasi Impostif

            Dalam bagian ini kita mencoba memperlihatkan bagaimana cara penafsiran imposiif diperiksa serta digolongkan sesuai dengan atau berdasarkan kebijaksanaan. Demi maksud itu maka dimulai dengan imperatif , sebagaimana bentuk imposisi yang paling langsung. Suatu impositif imperatif memang canggung atau tidak bijaksana dalam hal bahwa dia mengambil risiko sebagai ketidakpatuhan, yang merupakan sejenis situasi konflik yang merupakan sejenis situasi konflik yang agak ruwet.

  1. Skala Pragmatik

Ada tiga skala, yaitu:

  1. Skala Untung Rugi
  2. Skala Kefakultatifan
  3. Skala Ketaklangsungan
  1.  Kebijaksanaan dan Sikap Merendahkan

            Klausa pada generalisasi di atas bukanlah tanpa kekecualian karena walaupun kefakultatifan mengiimplikasikan ketidak langsungan. Tokoh ketidaklangsungan tidak mengimplikasikan  kefakultatifan.

 

BAB V

RETORIKA ANTARPRIBADI

  1. Pengantar

            Dalam pembicaraan di muka pada contoh telah diutarakan aneka aspek situasi ujaran dan salah satu diantaranya adalah pembicara/penulis-penyimak/pembaca, dengan perkataan lain: pemberi-penerima dalam tindak bahasa. Agak ada baiknya kita ketahui bahwa kata retorika berasal dari bahasa Yunani Eiro yang berarti saya katakan.

            Klasifikasi retorika beserta sejumlah prinsip serta ungkapan yang terdapat di dalamnya. Maka dapat dinyatakan bahwa di samping prinsip kerja sama terdapat prinsip sopan santun. Ungkapan-ungkapan prinsip sopan santun cenderung berjalan atau berlangsung berpasang-pasangan sebagai berikut:

  1. Maksim kebijaksanaan
  2. Maksim kedermawanan
  3. Maksim penghargaan
  4. Maksim kesederhanaan
  5. Maksim permufaktan
  6. Maksim simpati

 

  1.  Maksim Kedermawanan

            Inti pokok maksim kedermawanan ini adalah kurangi keuntungan bagi diri sendiri: tambahi keuntungan bagi orang lain. Kalau setiap orang melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan ini dalam ucapan dan perbuatan dalam pergaulan sehari-hari maka kedengkian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar. Perlu kita sadari bahwa dalam prakteknya terdapat aspek bilateral dalam tindak ujar impositif dan komisif.

 

 

  1.  Maksim Penghargaan

            Inti pokok maksim penghargaan ini ialah kurangi cacian pada orang lain, tambahin pujian pada orang lain. Suatu sub judul yang kurang mengenakkan bagi maksim penghargaan ini hendaknya berbunyi ‘maksim rayuan’, tetapi istilah rayuan atau menjilat pada umumnya digambarkan ketidak jujuran.

 

  1. Maksim Kesederhanaan

            Inti pokok maksim kesederhanaan ini adalah kurangi pujian pada diri sendiri, tambahi cacian pada diri sendiri. Maksim ini seperti halnya kesopansantunan lainnya, memperlihatkan diri dalam aneka keasimetrisan.

 

  1.  Maksim Permufakatan dan Maksim Simpati

            Ada kecenderungan atau tendensi untuk membesar-besarkan permufakatan dengan orang lain, dan memperkecil ketidaksesuaian dengan cara menyatakan penyesalan, memihak pada permufakatan sebagainya.

 

 

 

 

 

  1.  Aspek Metalinguistik Kesopansantunan

            Dari pengalaman diketahui bahwa kesopansantunan dimanifestasikan bukan hanya dalam isi percakapan tetapi juga dalam cara mengelola percakapan serta menstrukturinya yang dilakukan oleh para partisipannya.

 

  1.  Ironi dan Kelakar

            Ironi adalah majas atau gaya bahasa yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok. Sedangkan kelakar adalah sendau gurau; pecakapan untuk olok-olok. Dalam retorika antarpribadi, prinsip ironi mengambil tempat di sisi prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun.

 

  1. Hiperbola dan Litotes

            Hiperbola adalah gaya bahasa atau majas yang berupa ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang terjadi baik itu ukuran atau sifatnya. Sedangkan litotes adalah gaya bahasa atau majas yang berupa pernyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikkannya. Dalam bagian ini dua cara pelanggaran prinsip kerja sama yang pantas dan layak mendapat perhatian khusus.

 

 

BAB VI

LOKUSI, ILOKUSI, PERLOKUSI

  1. Pengantar

            Dalam pembicaraan di muka telah berulang kali kita menyinggung istilah-istilah lokusi, ilokusi dan perlokusi. Dalam bab ini kita akan mengkhususkan pembicaraan pada ketiga hal tersebut, antara lain dengan mengadakan survei bagi kelas verba. Tindak ujar, verba ilokusi dan perlokusi, klasifikasi verba ilokusi, verba performatif, analisis semantik terhadap beberapa verba ilokusi, dan verba asertif.

 

  1. Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi

Pada tahun 1962, dalam bukunya, Austin telah membedakan tiga jenis tindak ujar, yaitu:

i. tindak lokusi

ii. tindak ilokusi

iii. tindak perlokusi

 

 

 

 

C. Aneka Kelas Verba Tindak Ujar

a.  Verba Ilokusi dan Verba Perlokusi

Aneka kontras yang terdapat antara ilokusi, perlokusi, dan kategori-kategori tindak ujar lainnya biasanya telah diilustrasikan secara khas dengan daftar-daftar verba dan ekspresi-ekspresinya yang menyerupai verba.

b.  Klasifikasi Verba Ilokusi

Aneka makna kategori ilokusi, maka akan memusatkan perhatian pada ciri-ciri sintaktik verba ini, diantaranya:

a. Verba asertif

b. verba direktif

c. verba komisif

d. verba ekspresif

e. verba rogatif

D. Analisis Semantik terhadap beberapa Verba Ilokusi

Untuk memudahkan proses penganalisisan tersebut, maka kita telah mempersiapkan suatu tabel yang  memuat kisi-kisi yang perlu diperhatikan, yang terdiri diri beberapa kolom horisontal dan vertikal.

 

I. Kolom (a)

   Kolom ini membedakan verba ekspresif dari verba direktif dan verba komisif

II. Kolom (b)

    Kolom ini membedakan antara verba direktif dan verba komisif

III. Kolom (c)

    Kolom ini hanya relevan bagi verba-verba yang peristiwa X-nya mengambil tempat sesudah

    tindak ujar.

IV. Kolom (d)

    Simbol-simbol yang digunakan di sini sama saja dengan simbol-simbol yang dipakai dimuka.

V. Pengelompokan Horisontal

VI. Pasangan Terkecil

VII. Jurang Pemisah Kebetulan

VIII. Penafsiran Skala

 

E. Verba Asertif

   Walaupun verba asertif ini membentuk kategori ilokusi yang paling banyak, namun verba ini memberi kemungkinan kurang begitu mudah bagi analisis sistematik. hal ini barangkali disebabkan, tidak sama dengan kategori-kategori ilokusi lainnya, verba ini menganggap sama hubungan antara pembicara kedua dan penyimak kedua.

 

BAB VII

ANEKA TINDAK KOMUNIKATIF

A.    Kaidah Konversasi

Keterampilan berbicara memegang peranan penting dalam kehidupan. Selama ada kesempatan untuk berbicara, tiada masalah yang tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan. Oleh dikarenakan itu perlu kita sadari benar-benar bahwa konversasi atau percakapan merupakan wadah yang paling ampuh bagi penggunaan kaidah-kaidah atau aturan-aturan wacana secara fungsional.sejak dini dalam kehidupan anak-anak mempelajari kaidah percakapan yang pertama dan esensial, yaitu menarik perhatian, orang lain.

Bila sang pembicara telah berhasil mendapatkan perhatian sang penyimak, maka tugas selanjutnya adalah salah satu dari penentuan topic atau judul pembicaraan. Setelah suatu topic ditentukan maka para partisipan dalam percakapan mulai dengan pengemabangan topic mengunakan konvensi-konvensi saling berganti menyelesaikan aneka fungsi bahasa. Dalam pengembangan topic maka seseorang pun harus menemukan contoh penjelasan topic, pengubahan topic, penjelasan topic, pengeinsrupsian pembicaraan. Setelah membuat pengembangan topic dalam konvensi percakapan selanjutnya adalah tahap menyudahi topic, yang mana merupakan seni yang sukar dikuasai oleh sementara partisipan, apalagi yang belum berpengalaman.

Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan suatu percakapan yang dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut:

1.      Melirik jam

2.      Dengan mimic sopan

3.      Dengan mengacungkan tangan secara sopan

4.      Dengan ucapan, “maaf, saya harus pergi sekarang, bolehkan?”

5.      Deengan meminta ijin. “permisi saya duluan pergi”

 

 

B.     Klasifikasi Tindak Komunikatif

Dalam kehidpuan sehari-hari kita berkomuhnikasi satu sama lain dengan sebagian besar mempergunakan sarana media bahasa. Komunikasi dapat dipadndang sebagai gabungan atau kombinasi dari berbagai tindak, serangkaian unsure dengan maksud dan tujuan tertentu.

Komunikasi adalah serangkaian tindak komunikatif atau tindak ujar yang dipakai secara bersistem untuk menyelesaikan tujuan tertentu. Pengunaan fungsi bahasa menunjukkan hakikat komunikasi dan telah merangkum tujuh fungsi bahasa yaitu :

1.      Fungsi Intrumental

2.      Regulasi representasional

3.      Interaksional

4.      Personal

5.      Heuristic

6.      Imajinatif

 

C.    Penerapan Tindak Komunikatif

Penerapan tindak komunikatif itu sendiri telah dimulai dan diterapkan secara lisan maupun tulisan seperti yang dipergunakan sehari-hari. Adapun penerapan tindak komunikatif tersebut antara lain :

1.      Menyetujui

Menyetujui berarti “menyatakan setuju (sepakat) dengan membenarkan , memperkenankan. Jika diingat dalam kehidupan sehari-hari maka ternyata ada beberapa hal yang dapat kita setujui. Disamping itu pula banyak juga hal yang tidak kita setujui.

2.      Memperdebatkan

Memperdebat berarti memperbantah, membahas suatu hal yang saling member alasan untuk saling mempertahankan pendapat atau pendirian.

3.      Mengalihkan pembicaraan

Mengaklihkan berarti menukar, mengganti topic percakapan.

4.      Menyangkal

Menyangkal berarti menyatakan  bahwa tidak benar, tidak membenarkan, membantah.

 

5.      Memberi pujian

Member pujian yang berarti menyatakan atau melahirkan keheranan dalam penghargaan kepada sesuatu yang dianggap baik, indah,dan sebagainya.

6.      Mengucapkan selamat

Selamat berarti terpelihara dari bencana. Mengucapkan selamat berarti menyatakan perasaan kegembiraan atas keberhasilan seseorang.

7.      Merayu/menyanjung

Merayu berarti menyenangkan hati, membujuk, memuji, memikat hati

8.      Membanggakan

Membanggakan berarti berbesar hati karena merasa bangga akan sesuatu.

9.      Melaporkan

Melaporkan berarti rencana , memberitahukan, memberikan rencana permasalahan.

10.  Menganalisis

Menganalisis berarti menyelidiki suatu peristiwa untuk mengetahui apa  sebab-sebabnya bagaimana perkaranya dan sebagainya.

 

BAB VIII

PRAGMATIK DALAM KURIKULUM BAHASA INDONESIA

                                               

A.Pragmatik Dalam Kurikulum Bahasa Indonesia

Kurikulum bahasa Indonesia yang mutakhir yang dikeluarkan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia dikenal dengan nama Kurikulum bahasa Indonesia 1984. Orientasi belajar mengajar bahasa berdasarkan tugas dan fungsi komunikasi ini disebut pendekatan komunikatif. Dalam pendekatan komunikatif ini, bentuk bahasa yang dipakai selalu dikaitkan dengan factor-faktor penentu diatas. Kemampuan berbahasa yang demikian yaitu kemampuan yang dapat menyesuaikan bentuk bahasa dengan factor-faktor itu disebut Keterampilan Fragmatik.

Perlu diingat bahwa untuk mencapai keterampilan fragmatik diperlukan pengetahuan dan keterampilan umum bahasa Indonesia yang dijabarkan dalam bagian-bagian lain kurikulum yakni

Unsur bahasa

Unsure bahasa yang dimaksud adalah sebagai berikut ini ;

Lafal/ejaan, yang mengajarkan lafal yang baik dan ejaan yang sesuai dengan EYD

Struktur, yang mengajarkan bentuk-bentuk kata, frasa, kalimat yang baik dan berterima

Kosakasa, yang mengajarkan kata-kata dari berbagai rabah kebahasaan dalam jumlah kata yang diperlukan untuk berkomunikasi dengan lancer.

a. Kegiatan berbahasa

1. Kegiatan berbahasa yang dimaksud disini adalah sebagai berikut ini. :

Membaca, yang mengajarkan kemampuan pemahaman dengan tepat dan cepat berbagai macam wacana seperti narasi, Persuasi, eksposisi, khayal dan sebagainya.

2. Menulis, yang mengajarkan kemampuan membuat kalimat-kalimat yang baik dan

    benar sesuai dengan yang diperlukan dan merakitnya menjadi paragraph-paragraf

    dalam berbagai wacana.

3. Berbicara, yang mengajarkan berbagai macam kemampuan menggunakan bahasa lisan

   dalam berbagai peristiwa bahasa.

4. Pragmatic, yang mengajarkan kemampuan memilih bentuk bahasa secaara lisan

    maupun tulisan yang sesuai dnegan keadaan berbahasa, kemampuan memahami bentuk

    bahasa dan situasi.

 

Pragmatik di SD

Sekolah dasar ditanah air kita ini  memiliki enam kelas dan setiap kelas terdiri pula atas tiga caturwulan. Dalam hal ini  kita membicarakan pragmatic dalam setiap kelas di sekolah dasar.

 

Pokok bahasan

uraian

Pragmatik aspek sosialisasi

Menyapa orang lain waktu bertemu, secara lisan

Idem

Menayapa orang lain  waktu berpisah

Idem

Menyapa orang lain saat berkumpul

Idem

Menyapa orang lain waktu pagi

Idem

Menyapa orang lain siang

Idem

Menyapa orang lain waktu malam

 

 

 

 

Pragmatik di SMP

Pokok bahasan

Uraian

Sikap intelektual

Menugunakan bahasa secara lisan atau tulisan untuk mengetahui sesuatu itu mungkin atau tidak mungkin

Informasi factual

Untuk mengungkapkan ingin mengetahui mungkin tidaknya sesuatu dalam bentuk  lisan atau tulisan

Informasi factual

Untuk mengetahui sesuatu itu menarik atau tidak

Informasi factual

Untuk memperbaiki kesalahan teman atau kesalah pahaman secara lisan atau tulisan

Informasi factual

Untuk mengucapkan sesuatu sesaat mau pergi

Aspek asosialisasi

Untuk menyatakan persetujuan atau penghargaan

Aspek asosialisasi

Untuk menyampaikan berita melalui telegram

Aspek asosialisasi

Untuk menyakan atau menyampaikan sesuatu dalam telepon

Sikap moral

Untuk menyetujui dan pengharagaan

 

Pragmatik di SMA

Pokok Bahasan

Uraian

Sikap Emosi

Pengungkapan apakah sesuatu itu masuk akal

Sikap emosi

Mengungkapkan rasa puas

Sikap emosi

Pengungkapan apakah sesuatu itu masuk akal

Aspek sosialisasi

Penyampaian informasi melalui telegram

Aspek sosialisasi

Penyampaian informasi melalui telepon

Sikap intelektual

Penyampaian pendapat dalam diskusi

Sikap intelektual

Mempertahankan pendapat dalam diskusi

Sikap intelektual

Cara menyampaikan pendapat dalam berpidato

Sikap intelektual

Mengungkapkan pendapat  melalui pidato

Sikap intelektual

Ingin mengetahui sebagai mana kemampuan akan melakukan sesuatu

Sikap intelektual

Konteks berpidato dalam menyakinkan pendapat dalam pidato

 

 

           Pragmatic sendiri dibuat dalam pengajaran dalam kurikulum pengajaran bahasa Indonesia dengan tujuan agar anak didik mampu atau memiliki kemampuan kemampuan memilih bentuk bahasa secara lisan maupun tulisan yang sesuai dengan kaidah bahasa dan situasi penggunaan bahasa yang sedang berlangsung.

           Bahan pragmatic melatih siswa agar terampil menggunakan bahasa secaraq lisan dan tulisan sesuai dengan situasi saat penggunaan bahasa yang dipakainya. Latihan ditekankan pada penggunaan bahasa dalam situasi takzim. Dalam pragmatic tercakup enam  aspek penting yaitu aspek sosialisasi, aspek intelektual, aspek emosi, aspek informasi factual, aspek moral, aspek penyesuaian sesuatu.

 


IV. Penilaian Buku

 

I.                   Kelebihan Buku

a.      Keterkaitan antar bab

Kedua buku mempunyai pembahasan dengan penggunaan bahasa yang memiliki kekhasan masing-masing, begitu juga dengan keterkaitan pembahasan dalam 2 buku memiliki keterkaitan pembahasan yang dimana dalam buku tersebut membahas mengenai Fragmatik yang merupakan inti dalam pembahasan kedua buku.

b.      Kemutakhiran isi buku

Kedua buku mempunyai pembahasan dengan gaya bahasa yang berbeda namun pembahasan dalam kedua buku tersebut memiliki argumen dan juga contoh kutipan yang jelas dan terpercaya (para ahli)

 

c.       Kelemahan Buku

a.      Keterkaitan antar bab

Dalam hal kekurangan tentunya setiap buku mempunyai kekurangan masing-masing namun disini terlihat jelas bahwa keterkaitan dalam kedua buku memang saling berkaitan dikarenakan membahas Fragmatik namun terdapat kekurangan dalam buku kedua yang dimana penjelasan dan juga materi dalam pembahasan mengenai fragmatik kurang jelas untuk dimengerti dan juga terkesan jadul dan tidak sesuai untuk penggunaan zaman sekarang.

b.      Kemutakhiran isi buku

Dalam buku pertama pemnbahasan dalam bab menggunakan bahasa yang mudah dimengerti sedangkan dalam buku kedua cenderung dalam pembahasan dalam bab menggunakan bahasa yang formal dan juga cenderung kaku yang membuat buku kedua menjadi kurang efektif dalam pembahasan materi-materi dalam bab-bab yang ada pada buku tersebut.

 

 

 

 

d.      Implikasi

Dengan adanya pembahasan dalam kedua buku terutama pada bab-bab tersebut, materi yang dipelajari akan menjadi sumber pengetahuan dalam pembelajaran mahasiswa dalam pendalaman materi mengenai fragmatik, sehingga mahasiswa dapat terbantu dalam mengetahui apa itu fragmatik,dan hal-hal yang berkaitan dengan Fragmatik.

 

 

e.       Simpulan dan saran

a.      Simpulan

Pembahasan dalam kedua bab dalam dua buku tersebut sangat penting terutama dalam pendalaman materi oleh mahasiswa yang sedang memperlajari fragmatik dan hakekatnya. Meskipun terdapat beberapa kekurangan didalam buku tentunya tidak mengurangi kualitas ilmu yang disajikan dalam buku. Dengan pembahasan dalam buku mahasiswa terbantu dalam pemahaman mendalam mengenai fragmatik.

b.      Saran

Dalam proses pembuatan buku tentunya dapat dimaklumi bahwa tidak ada buku yang tidak memiliki kekurangan, oleh karena itu kita harus memaklulmi kesalahan yang terdapat dalam buku dan harus bisa menjadikannya pembelajaran dalam hal penulisan buku. Dan kiranya penulis buku juga mampu memperbaiki kekurangan yang terdapat dalam buku dan tidak berhenti dalam berkarya.

 

MINI RISET (MR) PRAGMATIK

  BAB I PENDAHULUAN A.                 Latar Belakang   Kalau peristiwa tutur merupakan gejala sosial, maka tindak tutur merupakan g...